Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang advokat bernama Toga Sihaloho sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016.
Toga Sihaloho diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Nurhadi, mantan Sekretaris MA.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, penyidik berusaha menelisik pengajuan gugatan sengketa antara PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Baca: KPK Cecar Mantan Manager Agung Podomoro Land Soal Sewa Rumah Tempat Persembunyian Nurhadi di Simprug
"Penyidik mengkonfirmasi terkait pengajuan gugatan sengketa antara PT Multicon Indrajaya Terminal dengan Kawasan Berikat Nusantara," kata Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (8/7/2020).
Diketahui, PT MIT merupakan perusahan milik Hiendra Soenjoto, seorang tersangka dalam kasus ini.
"Adanya dugaan pemberian uang suap dari tersangka HSO [Hiendra Soenjoto] kepada tersangka NHD (Nurhadi) guna mengurus sengketa tersebut," kata Ali.
Dalam kasus mafia hukum di MA ini, Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto diduga kuat telah menyuap dua tersangka lainnya yakni, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Baca: KPK Beberkan Aset Milik Istri Nurhadi yang Dikuasai Seorang Pegawai MA
Adapun, suap diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp 46 miliar.
Suap ditujukan untuk menangani sebuah perkara di MA.
Perkara yang ditangani pertama, berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta, memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Baca: KPK Periksa Karyawan Money Changer Usut Kasus Suap dan Gratifikasi Mantan Sekretaris MA Nurhadi
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar.
Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp 33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky.
Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky.
KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan, penerimaan gratifikasi Nurhadi, diduga telah menerima berupa uang sebesar Rp 12,9 miliar melalui Rezky.
Uang tersebut diperuntukan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Nurhadi dan Rezky disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hiendra disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hingga saat ini, penyidik KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky. Mereka baru ditangkap pasca empat bulan ditetapkan buron oleh lembaga antirasuah itu.
Dengan demikian, hanya seorang tersangka yakni, Direktur MIT Hiendra Soenjoto yang belum diringkus oleh penyidik.