Laporan Wartawan Tribunnews Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), sekaligus Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro mendukung langkah Kementeri Kesehatan (Menkes) yang membanderol harga alat rapid tes dipasaran.
Ia membantah kalau langkah membanderol harga rapid tes di pasaran untuk menekan produk rapid tes dari luar negeri.
"Bukan, ini justru menjaga agar orang tidak sembarang menempatkan harga untuk rapid tes," ujarnya saat ditemui usai menghadiri konferensi pers di Kemenko PMK, Kamis (9/7/2020).
"Karena kita tidak tau berapa harga (alat rapid tes) impor sebenarnya," lanjut Bambang
Kemenristek dan tim sendiri sudah berhasil menciptakan alat rapid tes buatan dalam negeri yang diberi nama RI-GHA Covid-19.
Baca: Menristek Cari Mitra Yang Dapat Produksi Massal Rapid Test Buatan Dalam Negeri
Baca: Biaya Rapid Test dan PCR Mahal, Deddy Sitorus: Pemerintah dan BUMN Harus Bersinergi
Baca: Ahmad Muzani Sebut Usulan Subsidi Kuota dan Rapid Test Buat Santri Direspon Positif Pemerintah
Harganya pun terbilang sangat terjangkau dibanderol hanya Rp 75 ribu.
Bambang juga membantah rumor yang menyebut rapid tes yang dibuat anak bangsa merupakan pemborosan dan proyek.
Oleh karena itu ia menyambut baik langkah Kemenkes yang memberikan batas harga.
"Pemborosan kalau dijual dengan harga mahal. makanya saya menyambut baik langkah Kemenkes memberikan batas harga," ujar Bambang.
"Kita menunjukan niat baik kalau harganya 75 ribu, yang di buat BPPT harganya 75 ribu/ tes dan harga maksimal tertingginya," lanjutnya
Bambang mengatakan RI-GHA Covid-19 yang dibanderol dengan harga terjangkau juga sudah memberikan keuntungan perusahaan yang memproduksinya.
"Perusahaan pun dengan harga ini sudah dapat untung, artinya bukan harga sekedar manaruh harga rendah," lanjutnya
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan batas tarif tertinggi rapid test antibodi untuk virus Corona atau COVID-19 sebesar Rp150 ribu.