TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly sempat merawa was-was jelang penjemputan buronan Maria Pauline Lumowa.
Yasonna mengatakan, penjemputan dari Serbia terhadap Maria Pauline Lumowa yang merupakan pembobol Bank BNI pada 2003 dilakukan di menit-menit terakhir.
Pasalnya, penjemputan dilakukan seminggu sebelum tenggat waktu masa tahanan Maria Pauline Lumowa di Serbia berakhir.
Menurut keputusan pengadilan Serbia, kata Yasonna, masa tahanan Maria akan berakhir pada 16 Juli 2020.
"Ini terakhir 16 Juli 2020 harus diekstradisi, kalau tidak demi hukum dia harus bebas," kata Yasonna saat berbincang di Rosi, Kompas Tv, Kamis (9/7/2020).
Baca: Maria Pauline Lumowa Ditangkap Setelah Buron 17 Tahun, Mahfud Apresiasi Kerja Senyap Yasonna Laoly
Menjelang satu minggu sebelum masa tahanan berakhir, Yasonna juga harus dihadapkan dengan persoalan covid-19.
Terlebih situasi di Serbia tak beda jauh dengan Indonesia yang melakukan pembatasan akses keluar masuk negara.
Yasonna menceritakan, akses masuk ke Serbia sempat dibuka beberapa waktu yang lalu.
Namun, karena adanya lonjakan kasus, maka Serbia mengumumkan adanya penutupan akses masuk ke negara itu.
Kepanikannya dimulai ketika di atas pesawat dalam perjalanan ke Serbia, dia menerima kabar terkait penutupan akses masuk kesana.
"Pada waktu kami terbang hari Sabtu, sudah diudara beberapa jam, pemerintah Serbia mengatakan Covid-19 semakin berat dan pemerintah memutuskan menutup pintu masuk kesana," ungkap Yasonna.
Beruntungnya, jika Indonesia dengan Serbia memiliki hubungan yang baik.
Duta Besar RI di Serbia juga dapat menjalin komunikasi yang baik sehingga meyakinkan pemerintah di sana untuk menerima Yasonna bersama tim.
Baca: Kronologi Kasus Maria Pauline Lumowa Bobol Bank BNI: Kecolongan 1 Bulan, Kejar Buron 17 Tahun
Baca: Ekstradisi Maria Dinilai Tutupi Malu Yasonna atas Bobolnya Djoko Tjandra dan Harun Masiku
Kekhawatir Yasonna belum usai, saat itu ia masih dihadapkan dengan situasi virus corona.