TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di Indonesia ini, kebijakan yang inklusif dan tidak diskriminatif selalu dikaitkan dengan kebijakan yang berkaitan dengan agama.
Padahal kebijakan inklusif juga termasuk dalam permasalahan gender, dan semua bidang lainnya termasuk tentang warga negara yang termajinalkan.
Pernyataan ini disampaikan Yenny Wahid dalam "Sekolah Kebijakan Publik" secara virtual yang diadakan "Rumah Milenial Indonesia" beberapa waktu lalu.
"Kebijakan inklusif sering sekali hanya dikaitkan dengan urusan agama saja, padahal kebijakan inklusif memiliki makna yang sangat luas. Sebagai contoh kebijakan yang berkaitan dengan gender. Seharusnya di era saat ini, sudah tidak ada lagi permasalahan terkait dengan gender,” katanya dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Anggota DPRD Kota Kediri, Regina Nadya Suwono.
Baca: Mendagri Sebut Pilkada Langsung Bisa Jadi Sebab Timbulnya Manipulasi Demokrasi hingga Akar Korupsi
Dalam pertemuan yang diikuti peserta dari seluruh Indonesia tersebut, Yenni Wahid mengatakan anak muda punya energi, punya kekuatan untuk mendobrak, dan punya semangat untuk melakukan perubahan-perubahan nyata.
"Kalian adalah calon pemimpin, banyak harapan disematkan kepada kalian. Semoga niatan baik kalian untuk menata Republik ini diberikan jalan oleh Yang Maha Kuasa,” pesan anak Presiden RI ke-4 ini.
Terkait kebijakan afirmasi, Yenny menyampaikan seharusnya pemerintah memberikan kebijakan afirmasi yang lebih besar kepada masyarakat yang berada di Indonesia bagian Timur, khususnya Papua.
“Jumlah dana yang dialokasikan Pemerintah Pusat ke wilayah Papua sebenarnya sangat besar. Namun tidak berdampak kepada pemerataan akses pelayanan dasar. Seharusnya, dana alokasi tersebut harus tepat sasaran, sehingga tercipta pemerataan," kata pendiri dari Wahid Foundation ini.
Terkait pemberian identitas atau label pada suatu kota, ia mengatakan seharusnya mengedepankan sifat yang inklusif.
Sehingga tidak ada masyarakat yang merasakan kebijakan yang diskriminatif. Yenny kemudian mencontohkan rancangan Perda Kota Religius di Kota Depok.
“Pembahasan rancangan Perda Kota Religius di Kota Depok seharusnya berisikan pasal-pasal yang tidak mendiskriminasi agama-agama. Di Indonesia seharusnya tidak boleh ada diskriminasi pada hal-hal yang sifatnya mendasar,” tegasnya.
Tidak lupa, Yenny Wahid menyampaikan dukungannya kepada Rumah Milenial Indonesia atas kegiatan Sekolah Kebijakan Publik yang telah dilaksanakan.
"Anak muda harus terus berkarya, terutama dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan publik," pungkasnya.
Pendiri Rumah Milenial Indonesia Sahat MP Sinurat menyampaikan bahwa sebagai bangsa yang majemuk, kebijakan pemerintah harus selalu berdiri di atas semua golongan dan tidak memihak salah satu kelompok atau golongan.
"Pemerintah, baik pusat dan daerah harus selalu memberikan kebijakan yang inklusif agar tidak ada rakyat yang termarjinalkan karena kebijakan pemerintah. Generasi muda harus memiliki kepekaan sosial sehingga dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan yang eksklusif dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja," kata Sahat dalam pernyataan tertulis yang disampaikan pada hari Senin (13/7/2020).
Menurut Sahat, Sekolah Kebijakan Publik secara virtual diadakan oleh Rumah Milenial Indonesia sebagai wadah belajar dan berjejaring bagi generasi muda sebelum terjun ke dalam pengabdian di tengah masyarakat.
"Sekolah Kebijakan Publik angkatan pertama ini diikuti 130 orang peserta dari seluruh Indonesia. Melihat banyaknya teman-teman muda yang ingin mengikuti kegiatan ini, rencananya kita akan adakan kelas angkatan kedua pada bulan Oktober mendatang. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi generasi muda dan kemajuan Indonesia," harap Sahat.
Rumah Milenial Indonesia mengadakan Sekolah Kebijakan Publik secara virtual mulai tanggal 12 Juni sampai 13 Juli 2020.
Baca: Political Will Jokowi Kepada Papua Perlu Didukung Iklim Demokrasi yang Baik
Para pembicara yang telah hadir dalam kegiatan ini antara lain Asrorun Ni'am (Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora), Djauhari Oratmangun (Dubes RI untuk Republik Rakyat China & Mongolia), Hanif Dhakiri (Menteri Ketenagakerjaan Kabinet Kerja 2014-2019), Febry C. Tetelepta (Deputi I Kantor Staf Presiden).
Dari kalangan profesional juga diisi oleh Hokkop Situngkir (Executive Director ID Next Leader), Rina Saadah (Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan), Restu Hapsari (Staf Khusus Menteri Sosial), Putu Bravo Timothy (Managing Partner Firma Hukum THEY Partnership), Asfinawati (Ketua YLBHI), Theo Surbakti (Business Director ID Next Leader) dan Jojo Raharjo (Wartawan Senior).
Peserta juga akan mendapat bimbingan dari akademisi seperti Angel Damayanti (Dekan Fisip UKI Jakarta), Semuel S. Lusi (Peneliti Center for Critical Thinking UKSW), dan Dodi Lapihu (Direktur Eksekutif IAAC).