TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus yang menjerat mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, ternyata bukan hanya soal ‘surat sakti’ untuk buronan Djoko Tjandra.
Brigjen Prasetijo diduga juga mendesain agar Djoko Tjandra mendapat surat bebas virus corona atau Covid-19, agar lolos ke luar negeri.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, Brigjen Prasetijo diduga menyiapkan orang lain yang menyerupai Djoko Tjandra untuk diperiksa dokter dari Dokkes Polri.
Tujuannya agar dokter mengeluarkan surat bebas virus corona untuk Djoko Tjandra.
"Yang datang itu bukan Djoko Tjandra, tapi mengaku Djoko Tjandra," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020).
"Menurut keterangan dokter bahwa yang datang dengan yang di televisi beda (tak persis Djoko Tjandra)," tambah Awi.
Baca: Kasus Djoko Tjandra Berujung Pencopotan 3 Jenderal Polisi, Kepala Kejari Jaksel Ikut Diperiksa
Saat disinggung cara Brigjen Prasetijo berhubungan dengan Djoko Tjandra soal upaya pelarian ke luar negeri, Awi menyebut Propam Polri masih mendalami hal tersebut.
"Masih didalami Divisi Propam," ujar Awi.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara terungkap bahwa orang yang mirip Djoko Tjandra itu tidak melakukan tes bebas Covid-19 di Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri.
Menurut Argo, Brigjen Prasetijo Utomo yang meminta dokter datang ke ruangannya dan membuat surat bebas corona untuk orang yang mirip Djoko Tjandra itu.
"Jadi dokter dipanggil BJPU (Brigjen Prasetijo). Jadi di ruangan ada dua orang yang tidak dikenal sama dokter. Dokter tidak mengetahui yang datang itu siapa, tapi disuruh buat nama JC (Djoko Tjandra)," ungkap Argo di gedung Bareskrim Polri, Kamis (16/7/2020).
Saat ini Propam Polri masih memeriksa semua anggota Polri yang diduga terlibat dalam kaburnya Djoko Tjandra. Termasuk soal isu aliran dana dari Djoko Tjandra kepada para personel Polri.
Isu aliran dana mengalir ke Brigjen Prasetijo itu sebelumnya menyebar di media sosial.
Kabar yang beredar, Brigjen Prasetijo diduga menerima sejumlah uang dari kuasa hukum Djoko Tjandra. Terkait hal itu, polisi masih mendalaminya.
"Kembali lagi ini masih berproses (soal pemeriksaan Brigjen Prasetijo)," kata Awi.
Awi enggan berkomentar banyak soal perkembangan kasus tersebut.
Ia menuturkan Polri akan menyampaikan perkembangan penanganan anggota Polri terlibat surat Djoko Tjandra secara terbuka usai hasil penyelidikan dikeluarkan.
"Nanti semua dilakukan secara komprehensif. Setelah pemeriksaan selesai," ujar Awi.
Baca: Kapolri Idham Azis Copot Irjen Napoleon Karena Diduga Langgar Kode Etik Terkait Kasus Djoko Tjandra
Red Notice
Sementara itu terkait surat red notice Djoko Tjandra yang ditandatangani Sekretaris NBC Interpol, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan surat itu bukan penghapusan tapi pemberitahuan telah terhapus.
Argo mengatakan, pada 2009, Kejaksaan Agung menyampaikan permohonan red notice terhadap Djoko Tjandra.
Permintaan itu diproses dan diserahkan ke Interpol Pusat.
"Setelah itu OK, gelar perkara, baru Interpol mengirimkan permintaan red notice ke Interpol pusat. Dari pusat menyebarkan file ke seluruh negara yang menjadi anggota," kata Argo.
Belakangan muncul isu nama Djoko Tjandra hilang dari daftar red notice.
Argo mengatakan, masa pengajuan red notice memang hanya 5 tahun. Bila tidak diperpanjang nama itu akan terhapus sendirinya oleh sistem.
"Memang di tahun 2014, sudah 5 tahun. Itu delete by sistem, di website ya. Di pasal 51 atau artikel 51 ada tertulis delete automatical. Kemudian di dalam artikel 68, file ada batas waktu 5 tahun," tambah dia.
Lalu, ada muncul kabar Djoko Tjandra muncul di Papua Nugini pada 2015. Divisi Hubungan Internasional Polri lalu mengirimkan surat kepada Imigrasi untuk memasukkan Djoko Tjandra dalam daftar DPO.
"Kenapa DPO? Karena sudah delete by system," tutur dia.
Barulah muncul surat yang belakangan beredar. Argo menegaskan, surat itu bukan berisi penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice.
Surat 5 Mei 2020 itu berisi penyampaian ke Ditjen Imigrasi Djoko Tjandra sudah tak lagi masuk dalam daftar red notice.
Baca: Propam Periksa Brigjen Nugroho Wibowo, Diduga Berperan Hapus Red Notice Djoko Tjandra
"Jadi ini bukan penghapusan, tapi penyampaian. Ini loh Pak imigrasi, bahwa red notice ke Djoko Tjandra sudah terhapus, Pak Imigrasi. Jadi bukan menghapus red notice ya. Tapi menyampaikan ke Dirjen Imigrasi, sudah terhapus ke interpol. Karena ada delete by system," jelasnya.
Divisi Propam Polri telah memeriksa Sec NCB Interpol Brigjen Nugroho Slamet terkait penyampaian red notice buronan Djoko Tjandra itu. Hasilnya Brigjen Nugroho dinyatakan melanggar kode etik.
Argo mengatakan, Brigjen Nugroho melanggar kode etik karena mengeluarkan surat penyampaian red notice tanpa sepengetahuan atasan.
Tidak sampai di situ, Propam terus mendalami dugaan lain dalam kasus tersebut.
"Propam sudah memeriksa. Meminta keterangan dari Sec NCB Interpol. Ini ditemukan propam bahwa ada kewenangan yang seharusnya dilaporkan ke pimpinan, tapi tidak. Ini kita kenakan kode etik," kata Argo.(tribun network/igm/dod)