TRIBUNNEWS.COM - Penyair Sapardi Djoko Damono mengembuskan napas terakhir di usianya ke-80 pada Minggu (19/7/2020) pagi sekitar pukul 09.17 WIB.
Kabar meninggalnya Sapardi Djoko Damono ini telah dibenarkan oleh Kepala Biro Humas dan Kantor Informasi Publik Universitas Indonesia (UI), Amelita Lusia.
"Ya, Mas," kata Amel, Minggu, dikutip dari Kompas.com.
Sapardi Djoko Damono diketahui meninggal di RS Eka BSD, Tangerang Selatan.
Mengutip Wikipedia, pujangga Indonesia ini lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940.
Baca: BREAKING NEWS - Penyair Sapardi Djoko Damono Dikabarkan Meninggal Dunia
Baca: Fakta Pembeli Rumah Cinere Anang dan Ashanty, Disebut Sultan Jember hingga Mengaku Dapat Wasiat
Sejak bersekolah, Sapardi sudah menulis sejumlah karya yang dikirim ke majalah.
Hingga akhir hayatnya, Sapardi Djoko Damono masih giat membuat karya.
Diantaranya adalah Trilogi Soekram (2015), Hujan Bulan Juni (2015), Melipat Jarak (2015, kumpulan puisi 1998-2015), Suti (2015), dan Yang Fana adalah Waktu (2018).
Atas karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono pernah mendapat penghargaan SEA Write Award pada 1986.
Tak hanya itu, ia juga menerima penghargaan Achmad Bakrie pada 2003.
Peran Sapardi Djoko Damono dalam Dunia Sastra Indonesia
Dilansir kemdikbud.go.id, A Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyebut Sapardi mulai menulis sejak 1960-an.
Sapardi, menurut A Teeuw, adalah penyair yang orisinil dan kreatif.
Tak hanya itu, puisi Sapardi Djoko Damono dikagumi Abdul Hadi WM.
Alasannya, puisi Sapardi memiliki kesamaan dengan persajakan Barat sejak akhir abad ke-19, yang disebut simbolisme.
Dalam bukunya berjudul Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern (1988), Pamusuk Eneste memasukkan nama Sapardi dalam kelompok pengarang angkatan 1970-an.
Tak hanya menulis novel ataupun puisi, Sapardi sebagai ahli sastra juga menerbitkan buku penting.
Yakni Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978), Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang (1979), Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999), dan Sihir Rendra: Permainan Makna (1999).
Disisi lain, Sapardi Djoko Damono juga menerjemahkan sejumlah karya asing dalam bahasa Indonesia.
Seperti Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and the Sea milik Hemingway), Daisy Manis (Daisy Milles milik henry James), dan Duka Cita bagi Elektra (Mourning Becomes Electra milik Eugene O'Neill).
Daftar Penghargaan Sapardi Djoko Damono
1. Hadiah Majalah Basis atas puisinya Ballada Matinya Seorang Pemberontak (1963).
2. Cultural Award dari Pemerintah Australia (1978).
3. Anugerah Puisi-puisi Putera II untuk buku Sihir Hujan dari Malaysia (1983).
4. Dewan Kesenian Jakarta untuk buku Perahur Kertas (1984).
5. Mataram Award (1985).
6. SEA Write Award (1986).
7. Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990).
8. Kalyana Kretya dari Menristek RI (1996).
9. The Achmad Bakrie Award for Literature (2003).
10. Khatulistiwa Award (2004).
11. Akademi Jakarta (2012).
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo)