TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra meminta sidang Peninjauan Kembali (PK) digelar secara virtual.
Djoko berdalih tengah sakit sehingga tak bisa menghadiri langsung sidang tersebut.
Hal tersebut disampaikan Djoko Tjandra dalam sebuah surat yang dibaca kuasa
hukumnya, Andi Putra Kusuma dalam sidang permohonan PK di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Senin (20/7). Djoko Tjandra saat ini berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Bahwa demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum melalui surat ini, saya
memohon kepada majelis hakim yang memeriksa permohonan PK agar dapat
melaksanakan pemeriksaan PK saya secara daring atau teleconference," kata Andi.
Mendengar itu, ketua majelis hakim, Nazar Effriadi menyatakan sidang tak dapat
diteruskan karena Djoko Tjandra selaku pemohon tak memberi kepastian untuk hadir
dalam persidangan.
Namun begitu, hakim tetap menunda sidang selama satu minggu
dan meminta jaksa menyiapkan pendapat tertulis atas persidangan PK tersebut.
"Saudara jaksa Anda saya minta memberikan pendapat tertulis satu minggu atas
persidangan ini.
Majelis berpendapat sidang ini enggak bisa diteruskan karena pemohon PK enggak hadir.
Baca: Djoko Tjandra Dianggap Hina Pengadilan, Asetnya Diminta Dibekukan
Silakan untuk Anda jaksa berpendapat. Majelis juga akan berpendapat," kata Nazar.
"Iya yang mulia kami akan ajukan pendapat," jawab jaksa.
Sidang PK Djoko Tjandra rencananya akan dilanjutkan kembali pada Senin 27 Juli.
Sebelumnya, sidang PK Djoko Tjandra ini sudah dua kali ditunda majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat sidang perdana digelar 29 Juni 2020 dan
Djoko Tjandra tak hadir.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengagendakan sidang pada 6 Juli lalu, tapi lagi-lagi Djoko Tjandra tak hadir dengan alasan sakit dan tengah menjalani perawatan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tim kuasa Djoko Tjandra mengaku sudah berupaya kooperatif mengajak kliennya agar
ke Indonesia.
Baca: Kasus Djoko Tjandra: Disebut Nyaman di Malaysia, Langkah Polri hingga Jaksa Agung Tak Takut
Namun, kondisi Djoko yang masih sakit mengakibatkan tidak dapat ke Indonesia untuk menghadiri sidang peninjauan kembali (PK) yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Kami mau mengupayakan agar beliau bisa hadir dan beliau juga karena sakit. Artinya beliau masih mempunyai keinginan hadir hanya saja keadaan belum mendukung," kata Andi Putra Kusuma, kuasa hukum Djoko Tjandra.
Andi mengaku sudah berupaya agar Djoko Tjandra selaku pemohon principal hadir ke
persidangan.
"Kami secara aktif menyampaikan kepada klien, dia wajib hadir dengan segala konsekuensi. Jadi itu jalan yang harus ditempuh kalau untuk memperjuangkan
kebenaran dan kami proaktif menyampaikan kepada klien. Itu karena kesehatan beliau kurang baik," kata dia.
Sementara itu Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Ridwan
Ismawanta menyebut pihaknya akan langsung menangkap Djoko Tjandra jika hadir
dalam sidang permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Djoko Tjandra sebelumnya divonis dua tahun penjara usai Kejagung mengajukan PK ke
Mahkamah Agung pada 2009 lalu. Ia juga dikenakan denda Rp15 juta dan kewajiban
mengganti kerugian negara Rp546,5 miliar.
Baca: Kasus Djoko Tjandra: Disebut Nyaman di Malaysia, Langkah Polri hingga Jaksa Agung Tak Takut
Namun, direktur PT Era Giat Prima itu berhasil kabur sebelum dirinya dieksekusi. Beberapa pihak menyebut pria yang menyandang sebutan "Joker" itu menetap di Papua Nugini.
Belasan tahun buron, Djoko Tjandra berhasil masuk Indonesia tanpa terdeteksi. Ia
sempat membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan hingga mendaftarkan Peninjauan
Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.
Djoko Tjandra lantas melakukan perjalanan ke Pontianak. Terungkap perjalanannya bisa mulus karena bantuan jenderal polisi. Ia mendapat surat jalan. Djoko Tjandra dikabarkan sudah berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Terpisah, Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) menilai Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan (PN Jaksel) mesti menyetop proses peninjauan kembali (PK) yang diajukan
Djoko Tjandra karena tak memenuhi sejumlah prosedur hukum.
"Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak meneruskan berkas perkara Permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dan mencukupkan prosesnya untuk diarsip dalam sistem Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/7).
Hal itu dikatakannya terkait pengajuan Amicus Curae atas proses persidangan PK yang
diajukan Djoko Tjandra di PN Jaksel.
Amicus Curiae ialah pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Dalam keterangannya, Boyamin berpendapat bahwa PK yang diajukan oleh Djoko tidak dapat diterima. Ia menjelaskan sejumlah alasan PK Djoko tidak memenuhi syarat
kedudukan hukum.
"Berdasar Pasal 263 Ayat (1) KUHAP yang berhak mengajukan
Peninjauan Kembali adalah Terpidana atau Ahli Warisnya," kata dia.
"Sedangkan Joko Soegiarto Tjandra belum berhak mengajukan Peninjauan Kembali dikarenakan belum memenuhi kriteria 'Terpidana'," lanjut dia.
Sebab, katanya, pertama, Djoko belum pernah dieksekusi untuk menjalani hukuman
penjara selama dua tahun sebagaimana putusan MA pada 2009.
"Dikarenakan Joko Soegiarto Tjandra saat ini buron dan belum menjalani hukuman penjara dua tahun maka pengajuan Peninjauan Kembali tidak memenuhi persyaratan formil," kata Boyamin.
Kedua, Djoko disebut tidak pernah masuk sistem perlintasan pos poin imigrasi yang
mengartikan bahwa Djoko tidak pernah berada di Indonesia.
"Secara hukum (de jure) Joko Soegiarto Tjandra tidak pernah berada di Indonesia dan secara hukum JST dinyatakan buron akibat kabur ke luar negeri pada tahun 2009," tuturnya.
"Orang yang mengaku Joko Soegiarto Tjandra pada saat mendaftakan Peninjauan
Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 Juni 2020 haruslah
dianggap tidak pernah ada di Indonesia ("Hantu Blau") dan proses pendaftarannya
haruslah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan," cetus Boyamin.(tribunnetwork/gle/dod)