Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (24/7/2020) hari ini.
Keduanya diperiksa dalam kasus suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Diperiksa kapasitasnya sebagai tersangka," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.
KPK menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek-proyek Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim.
Penetapan tersangka terhadap Aries dan Ramlan merupakan pengembangan dari penyidikan terhadap tiga tersangka sebelumnya yaitu eks Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar, dan pihak swasta bernama Robi Okta Fahlefi.
"KPK selanjutnya menetapkan 2 orang tersangka, AHB (Aries HB) Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, RS (Ramlan Suryadi) Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Senin (27/4/2020).
Baca: KPK Periksa Mantan Anggota DPRD Muara Enim Terkait Kasus Suap Proyek PUPR
Alex mengatakan, penyidikan terhadap Aries dan Ramlan telah dilakukan sejak 3 Maret 2020 setelah memeriksa 10 saksi dan menggeledah rumah para tersangka dan kantor DPRD Muara Enim.
Dalam kasus ini, Aries diduga menerima uang senilai Rp 3,031 miliar dari dari Robi dalam kurun waktu Mei-Agustus 2019 lalu.
Sementara itu, Ramlan diduga menerima Rp 1,115 miliar dan satu unit telepon genggam merek Samsung Galaxy Note 10 dari Robi.
"Pemberian ini diduga berhubungan dengan commitment fee perolehan ROF atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim," ujar Alex.
Adapun Aries dan Ramlan ditangkap di Palembang pada Minggu, 26 April 2020 setelah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK.
Akibat perbuatannya itu, Aries dan Ramlan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.