Tata Kelola Kawasan Kampung Arab Bogor Berpotensi Maladministrasi
Ombudsman Republik Indonesia mengungkapkan sejumlah potensi maladministrasi terkait penataan kawasan Kampung Arab di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Anggota Ombudsman Adrianus Meliala, mengatakan pihaknya menemukan maladministrasi berupa pembiaran dan pengabaian terhadap kewajiban hukum, setelah melakukan investigasi.
Baca: Ombudsman Beberkan Tiga Potensi Pelanggaran Administrasi Terkait Penerapan Hukuman Pidana Mati
Baca: Nasi Bungkus Disita dan Napi Mengaku Dapat Ancaman, Kepala Lapas Agam Sumbar Dilaporkan ke Ombudsman
"Tidak adanya data mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA), status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status dan administrasi anak hasil perkawinan campuran," kata dia, dalam sesi jumpa pers, Kamis (30/7/2020).
Dia menjelaskan, berkenaan temuan mengenai keberadaan imigran di Kampung Arab Cisarua Bogor, sampai saat ini belum terdapatnya data yang pasti mengenai jumlah imigran.
Kepada Ombudsman, aparat setempat mengaku kesulitan melakukan pendataan dikarenakan para imigran yang sering berpindah-pindah tempat.
"Ombudsman juga menyoroti dugaan penyelundupan hukum, dimana tanah atau aset yang dijadikan tempat usaha, khususnya vila diduga dimiliki oleh orang asing dan dikelola oleh penduduk lokal," ujarnya.
Menurut dia, secara administratif nama yang tertera di sertifikat adalah nama penduduk lokal, namun pemilik sebenarnya adalah WNA.
Selain itu, Ombudsman menemukan terdapat WNA di Kawasan Kampung Arab Cisarua melakukan pekerjaan di sektor informal seperti berdagang di pasar, menjadi tukang pangkas rambut, penjual parfum dan sebagainya.
"Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penggunaan tenaga kerja asing," kata dia.
Pihaknya juga menemukan terdapat Papan Reklame bertuliskan Arab di sepanjang ruas jalan wilayah Desa Tugu Selatan, hal tersebut dikhawatirkan terdapat penyebutan yang tidak sesuai dan berkesan menyesatkan.
Dia menilai, imigran yang telah lama menetap di Indonesia, tidak menutup kemungkinan menikah dengan warga sekitar dan memperoleh anak.
"Berdasarkan investigasi Ombudsman, hingga saat ini belum terdapat pembuatan akta kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA), dan administrasi kependudukan lainnya untuk anak hasil perkawinan campur," tambahnya.