Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.
Tiga saksi itu antara lain, Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Surabaya, Elang Prakoso Wibowo; Direktur Komersial/CCO PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Pryonggo Sidharta; dan Stefanus Budi Juwono Yoso Sumardi selaku swasta.
Kesemua saksi diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Nurhadi, mantan Sekretaris MA.
Baca: KPK Akhirnya Tahan Orang Kepercayaan Bupati Malang Rendra Kresna
"Penyidik mengkonfirmasi terkait dengan pengajuan gugatan perdata di pengadilan yang untuk pengurusan lanjutannya diduga melalui perantara dari tersangka NHD [Nurhadi]," ungkap Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (30/7/2020) malam.
Selain Elang Prakoso, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua hakim lainnya untuk melengkapi berkas penyidikan Nurhadi.
Namun, dua hakim itu, H Sobandi, Ketua Pengadilan Negeri Denpasar dan Ariansyah B Dali, hakim tingkat banding kasus jual beli tas mewah Devita Priska pada tahun 2016, mangkir tanpa keterangan.
"Penyidik belum memperoleh informasi terkait ketidakhadirannya," kata Ali.
Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto. Rincian suap yang diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Baca: KPK Terima Kemendikbud Beri Masukan Gaduhnya POP
Suap ditujukan agar Nurhadi menangani dua perkara yang melibatkan perusahaan Hiendra di MA. Adapun perkara yang ditangani pertama berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Baca: KPK Perpanjangan Masa Tahanan Nurhadi dan Menantunya Rezky Herbiyono
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky. Uang tersebut guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hingga saat ini, penyidik KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky. Mereka baru ditangkap pasca empat bulan ditetapkan buron oleh lembaga antirasuah itu.
Dengan demikian, hanya seorang tersangka yakni, Direktur MIT Hiendra Soenjoto yang belum diringkus oleh penyidik.