Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menilai pentingnya pembentukan pengadilan khusus Pemilu.
Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi wacana sejak lama dan hingga kini belum terealisasi.
Dalam revisi UU Pemilu yang kini bergulir di Komisi II DPR, perdebatan mengenai pembentukan pengadilan khusus Pemilu juga menguat selain perdebatan isu klasik, misalnya parliamentary threshold atau pun sistem pemilu tertutup dan terbuka.
Baca: Soal Revisi UU Pemilu, Siti Zuhro Ingatkan Pengalaman Buruk Pemilu 2019
Hal itu dikatakan Saan dalam webinar bertajuk 'Menakar Urgensi Pengadilan Khusus Pemilu' yang digelar Perludem, Minggu (2/8/2020).
"Ini sudah menjadi wacana yang lama, mungkin juga untuk pemilu 2009 wacana tentang peradilan khusus pemilu ini sudah menjadi wacana dan bahasan," kata Saan.
"Nah untuk pemilu yang akan datang tentu ini juga harus menjadi salah satu isu yang konsen untuk kita masukkan dalam draf RUU pemilu yang akan dibahas di DPR," imbuhnya.
Baca: Ki Gendeng Pamungkas: UU Pemilu Memunculkan Istilah Cebong dan Kampret
Menurut politikus senior Partai NasDem ini, ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk pengadilan khusus pemilu.
Pertama, agar tidak ada kewenangan berlebih di satu lembaga yang berperan dalam proses pemilu.
"Misalnya dalam konteks hari ini, terkait dimulai dari tahapan proses dan sebagainya kecuali perselisihan hasil pemilu ada di Mahkamah Konstitusi, kewenangan Bawaslu hari ini itu kalau misalnya dianalogikan dia polisi, jaksa dan dia hakim," kata Saan.
"Bagi saya pribadi, ketika kewenangan itu menumpuk di satu lembaga dari hulu sampai hilir, teruatama dari proses pengawasan terus juga penindakan, pelanggaran sampai judikasi ini dampak sisi negatif mungkin jauh lebih besar dalam konteks Pemilu ke depan dalam soal keadilan pemilu yang ingin coba kita dapatkan," lanjut Saan.
Baca: Perludem: Putusan MA Soal PAW Harun Masiku Bertentangan dengan UU Pemilu
Kedua, terkait dengan soal sengketa hasil pemilu, dalam satu waktu itu bisa menumpuk di Mahkamah Konstitusi.
"Kita bisa bayangkan dengan MK hakimnya ada sembilan tapi dia menangani seluruh sengketa hasil pemilu dari mulai DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI bahkan sampai ke pilpres," ujarnya.
Ketiga, terkait tumpang tindih keputusan.
Ia mencotohkan ketika ada perselisihan hasil pemilu yang sebenarnya di MK sudah putus, tapi kan dari sisi-sisi lain masih ada celah hukum yang bisa digugat di MA, misal celah dari PKPU.
"Nah hal-hal sepeti ini tentu argumentasi kenapa peradilan pemilu ini penting," katanya.