Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan sentilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada menterinya untuk yang kedua kalinya bisa jadi adalah kode bahwa reshuffle akan segera dilakukan.
"Ini bisa saja kode-kode dari pak Jokowi bahwa waktu untuk penyegaran kabinet akan segera dilakukan," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (7/8/2020).
Baca: Jokowi Kembali Sentil Kinerja Menteri, Ini Kata Mardani Ali Sera
Hendri melihat Jokowi sudah beberapa kali menyampaikan terbuka ke publik terkait titik poin permasalahan kinerja yang dirasanya kurang.
Menurutnya itu akan erat kaitannya dengan posisi menteri-menteri yang akan di-reshuffle.
Meski dia melihat para ketua partai politik yang berada di posisi menteri akan aman.
Baca: Tak Banding PTUN, Presiden Jokowi Cabut Keppres Pemecatan Evi Novita Ginting
"Pak Jokowi sudah beberapa kali menyampaikan secara terbuka ke publik, masalah ekonomi, sosial itu kan menjadi titik poin beliau. Tapi ketua-ketua partai menurut saya sih aman, jadi Prabowo, Airlangga Hartarto tidak akan tergeser," kata dia.
Di sisi lain, reshuffle dari mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dinilai Hendri akan erat kaitannya dengan sejumlah kegaduhan yang belakangan terjadi di Indonesia.
Karena, kata dia, Jokowi tidak suka menteri-menteri yang berbuat gaduh dan itu menjadi pertimbangan baginya. Oleh karena itu, Menkumham dan Mendikbud dirasa memenuhi kriteria tersebut.
Menkumham Yasonna Laoly tak bisa lepas dari Djoko Tjandra dan permasalahan di imigrasi.
Sementara Mendikbud Nadiem Makarim dengan permasalahan Program Organisasi Penggerak (POP).
Hendri juga melihat kemungkinan Menteri KKP Edhy Prabowo terancam karena kasus ekspor benih lobster.
"Nah belakangan ini kan yang membuat gaduh itu menteri-menteri yang ada kaitannya dengan hukum, karena terkait dengan Djoko Tjandra dan imigrasi. Pendidikan juga kan buat gaduh juga. Jangan-jangan masalah lobster ini juga dianggap gaduh oleh pak Jokowi. Tapi selebihnya terkait evaluasi pak Jokowi lebih paham," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyoroti penyerapan anggaran Covid-19 oleh kementerian dan lembaga yang dinilai masih sangat minim.
Dari Rp 695 triliun anggaran penanggulangan Covid-19, baru Rp 141 triliun atau 20 persen yang terealisasi.
Hal tersebut Jokowi ungkapkan saat memimpin rapat terbatas dengan agenda Ratas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (3/8/2020).
"Sekali lagi baru 20 persen, masih kecil sekali," kata dikutip dari channel YouTube Sekretariat Presiden.
Presiden mengatakan penyerapan anggaran tertinggi saat ini berada di perlindungan sosial yakni 38 persen, kemudian program UMKM 25 persen.
Di luar hal kedua itu, penyerapan atau realisasi anggaran sangat kecil sekali.
Jangankan realisasi anggaran, menurut Presiden, masih ada 40 persen Kementerian dan Lembaga yang belum memiliki DIPA atau Daftar Isian Pelaksana Anggaran.
"Artinya apa, di kementerian, di lembaga aura krisisnya betul-betul belum, ya belum masih sekali lagi kejebak pada pekerjaan harian. Gak tahu prioritas yang harus dikerjakan," katanya.
Oleh sebab itu, Presiden meminta Ketua Komite Kebijakan Covid-19 untuk membuat rincian kementerian mana saja yang penyerapan anggarannya masih rendah
Sehingga menurutnya akan terlihat manajemen krisis yang ada di masing-masing kementerian dan lembaga.
"Saya minta pak ketua, urusan ini didetailnya satu per satu dari menteri-menteri yang terkait sehingga manajemen krisis kelihatan, lincah, cepat, trouble shooting, smart short cut, dan hasilnya betul-betul efektif, kita butuh kecepatan," pungkas presiden.