Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maret 2005 menjadi titik tolak politik di Indonesia.
Saat itu dinilai sebagai periode berakhirnya politik tradisional dan awal lahirnya politik modern, yang mengawinkan politik praktis dan ilmu pengetahuan.
Pernyataan itu disampaikan Pendiri lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.
Dia menjelaskan sebelum bulan Maret 2005, partai politik memenangkan pertarungan di pemilu dan pilkada berdasarkan insting dan pengalaman.
Namun, sejak Maret 2005, ujar Denny, partai politik menggunakan data, riset, lembaga survei dan konsultan politik untuk betarung dalam pemilu atau pilkada.
Sehingga, bulan Maret 2005 akan dikenang sebagai revolusi diam-diam dalam politik pemilu Indonesia.
"LSI Denny JA dan Partai Golkar yang memulai tradisi itu. Yaitu tradisi digunakannya lembaga survei untuk menjaring kandidat," kata dia.
Denny JA mengisahkan momen itu dalam salah satu bab bukunya yang terbaru, terbit tahun 2020 ini: Membangun Legacy: 10 P dalam Marketing Politik, Teori dan Praktek.
Berdasarkan pengalamannya, ikut memenangkan SBY sebagai presiden di tahun 2004, dan Partai Golkar juara kembali di tahun 2004, Ia melobi partai Golkar di tahun 2005. Maka politik pemilu pun berubah.
"Untuk pertama kalinya, di tahun 2005 itu Partai Politik menanda tangani kerja sama dengan lembaga survei dan konsultan politik, (Lingkaran Survei Indonesia/LSI Denny JA) menjaring 200 calon kepala daerah untuk menghadapi pilkada langsung pertama di Indonesia," kata dia.
Golkar saat itu diwakili Andi Matalata, disaksikan Ruly Chairul Azwar. Denny sendiri mewakili LSI Denny JA.
Selanjutnya, tradisi partai politk menggunakan lembaga survei dominan hingga hari ini. Kultur politik Indonesia pun berubah dengan lahirnya para profsional di bidang marketing politik.
Di tahun 2020, 17 tahun sudah Denny JA menjadi praktisi konsultan politik dan lembaga survei.