News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sayangkan Tidak Terealisasinya Target Pendapatan, Belanja, dan Defisit Anggaran dalam APBN 2019

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Desmond J Mahesa

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Gerindra memberikan catatan kritis terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019.

Beberapa hal yang dirasa perlu menjadi catatan pemerintah oleh Fraksi Partai Gerindra yaitu terkait dengan realisasi anggaran Pendapatan Negara, Belanja Negara, dan Defisit Anggaran tahun 2019, yang meleset dari target yang ditetapkan dalam APBN 2019.

"Pendapatan Negara hanya terealisasi mencapai 90,56 persen atau sebesar Rp1.960,63 triliun dari target Rp2.165 triliun, yang berarti hanya tumbuh positif sebesar 0,87 persen dari pendapatan negara tahun 2018. Sedangkan Belanja Negara terealisasi 93,83 persen atau sebesar Rp2.309,28 triliun dari target Rp2.461,11 triliun," ujar Sekretaris Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/8/2020).

Berdasarkan realisasi Pendapatan dan Belanja Negara tersebut diperoleh Defisit Anggaran sebesar Rp348,65 triliun, yang berarti lebih 117,8 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp296,0 triliun.

"Fraksi Partai Gerindra DPR RI menyayangkan tidak terealisasikannya target pendapatan, belanja, dan defisit anggaran yang sudah ditetapkan di dalam APBN 2019," kata Desmond.

Baca: Begini Reaksi Gerindra atas Penerbitan Aturan Pemeriksaan-Penahanan Jaksa Seizin Jaksa Agung

Karena situasi yang memprihatinkan tersebut, kata dia, pemerintah harus bekerja ekstra keras dalam menaikan rasio pajak. Sehingga negara tidak tergantung kepada utang untuk pembiayaan yang setiap tahunnya semakin membesar.

Di sisi lain, realisasi Anggaran Belanja Negara tahun 2019 sebesar Rp2.309,28 triliun atau 93,83 persen dari target APBN 2019, juga lebih rendah dari penyerapan belanja tahun 2018 yang mencapai 99,66 persen.

Desmond pun berharap kecenderungan penurunan realisasi Belanja Negara tidak lagi berlanjut, apalagi untuk tahun 2020 yang memerlukan kerja lebih keras lagi di tengah ancaman resesi ekonomi.

"Pemerintah perlu melakukan inovasi perbaikan dalam Penyerapan Anggaran, tidak hanya sebatas angka semata tetapi mengutamakan manfaat, kualitas penyerapan dan tepat sasaran," jelasnya.

Kemudian, Desmond mencatat dari tujuh indikator asumsi dasar ekonomi makro yang mendasari penyusunan APBN TA 2019, hanya dua indikator yang mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Sementara tingkat inflasi tahun 2019 sebesar 2,72 persen, atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu sebesar 3,50 persen. Rata-rata nilai tukar rupiah di tahun 2019 pun berada pada kisaran Rp14.146 per dolar AS, lebih rendah dari asumsi sebesar Rp 15.000.

Baca: Jokowi: Pelebaran Defisit Dilakukan Karena Kebutuhan Belanja Negara Meningkat dan Pendapatan Menurun

"Lima indikator asumsi dasar ekonomi makro meleset dari target yang ditetapkan, yaitu nilai Indonesian Crude Price (ICP) sebesar 62 USD per barel, lebih rendah dari target 70 USD per barel; lifting minyak bumi hanya mencapai 746 ribu dari target 775 ribu barel per hari; lifting gas bumi hanya tercapai 1,05 juta, sementara asumsinya sebesar 1,25 juta barel setara minyak per hari," kata dia.

"Penting kiranya untuk kita ketahui, secara umum dapat dikatakan bahwa capaian dan realisasi dari asumsi pada APBN TA 2019 meleset dari target yang ditetapkan, termasuk dua indikator penting yaitu; pertumbuhan ekonomi, dan tingkat bunga SPN 3 bulan tercatat sebesar 5,6 persen. Realisasi itu lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan sebesar 5,3 persen," imbuhnya.

Ekonomi Indonesia selama tahun 2019 juga hanya tumbuh sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019, yakni 5,3 persen.

Desmond menilai pemerintah cenderung menyalahkan faktor gejolak ekonomi eksternal dan global. Padahal porsi ekonomi eksternal dan global dalam struktur PDB Indonesia tidaklah signifikan.

Kemudian, bertambah besarnya anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Yang terjadi malah sebaliknya yakni penurunan, jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya tahun 2018, yang mencapai 5,17 persen.

Lebih lanjut, Desmond menyoroti tahun 2020 yang diperkirakan dunia menghadapi krisis bahkan resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19. Demikian juga negara Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi pada kuartal II menjadi negatif. Hal ini disebabkan hampir semua sektor lapangan usaha tumbuh negatif.

Di antara lapangan usaha yang tetap tumbuh positif dan bahkan menjadi penyelamat PDB Indonesia, salah satunya adalah sektor pertanian. Ketika sektor industri minus 6,49 persen pada Kuartal II 2020, sektor pertanian justru tumbuh mencapai 16,24 persen.

Baca: Bupati Agam Indra Catri Jadi Tersangka, Gerindra Kirim Surat Keberatan ke Kapolri

Menurut Desmond, naiknya pertumbuhan sektor pertanian di tengah pandemi COVID-19 dan ancaman resesi ekonomi, memberi pesan kuat kepada Pemerintah dan DPR untuk lebih serius dan tidak basa-basi lagi membangun sektor pertanian.

"Fraksi Partai Gerindra DPR RI terus menerus mengajak semua dan mendorong Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang melindungi petani dalam skema perdagangan nasional dan internasional," ujarnya.

Kebijakan-kebijakan itu antara lain dengan memperhatikan efektivitas kebijakan importasi, fokus pada perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN), dan juga memberikan akses modal bagi pertanian diharapkan dapat mendorong lahirnya regenerasi petani di desa-desa.

Selain itu, diharapkan pemberdayaan petani yang sifatnya karikatif dan charity harus ditinggalkan, digantikan dengan program yang lebih substantif. Termasuk di dalamnya pengembangan koperasi pertanian.

"Fraksi Gerindra juga merekomendasikan agar negara maritim seperti Indonesia menempatkan NTP dan NTN sebagai indikator pembangunan. Petani dan Nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Dua indikator ini diharapkan mendorong intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor pangan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini