TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mempertanyakan nalar pihak-pihak yang selalu menuding dirinya dan Presiden Joko Widodo sebagai antek Partai Komunis Indonesia (PKI) saat berpidato dalam sekolah partai calon kepala daerah PDIP secara daring, Rabu (26/8).
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ustadz Slamet Maarif mengaku tak merasa pernyataan Megawati diarahkan kepada pihaknya.
"Nggak juga. Karena pernyataan itu sudah sering muncul sebelum PA 212 ada kok," ujar Slamet, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (27/8/2020).
Slamet justru berbalik mempertanyakan mengapa Megawati tidak berkaca lantaran tudingan itu selalu disematkan kepadanya.
Apalagi menurutnya indikasi kebangkitan PKI gaya baru atau Neo PKI dimulai dari reformasi dan sangat kuat indikasinya ketika masuk tahun 2014 hingga saat ini.
"Terakhir adanya RUU HIP siapa inisiatornya? Bu Mega introspeksi dan ngaca diri dengan kebijakan dan langkah partai maupun pemerintah era Jokowi, nanti tahu jawabannya. Dan semoga bisa menyadarinya ya bu," kata Slamet.
Baca: Soal Deklarasi KAMI, Megawati: Kayaknya Banyak Banget yang Kepingin Jadi Presiden
Slamet juga mengimbau jika tidak ingin dianggap komunis, maka perlu menyingkirkan orang-orang yang berorientasi ke sana di dalam partai berlambang banteng moncong putih itu.
"Justru kalau Bu Mega tidak ingin dianggap komunis ya bersih-bersih diri dong partainya dari tokoh-tokoh haluan kiri yang pernyataan dan sikapnya membuka ruang kebangkitan PKI," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengaku heran dengan tudingan antek Partai Komunis Indonesia (PKI) yang senantiasa dialamatkan pada dirinya dan Presiden Joko Widodo.
Ia pun mempertanyakan nalar dari tudingan yang kerap dilayangkan oleh orang-orang yang tidak menyukai dirinya tersebut.
"Orang yang enggak senang, selalu bilang saya PKI, Pak Jokowi dibilang PKI. Nalarnya itu ke mana?" kata Mega saat memberi pidato dalam sekolah partai calon kepala daerah PDIP secara daring, Rabu (26/8).
Mega berkata dirinya pernah menduduki sejumlah jabatan dari anggota legislatif, wakil presiden, hingga presiden.
Menurutnya, jabatan-jabatan tersebut tidak akan bisa diduduki bila dirinya merupakan partai atau organisasi terlarang itu.
"Saya ini dijadikan anggota DPR tiga kali, berarti 15 tahun, dipotong dua tahun karena saya jadi wakil presiden. Saya pertama kali jadi itu zaman Soeharto, jadi saya kena screening tentara. Kenapa saya bisa lewat? Jadi entengnya, yang screening saya itu dong yang PKI, kalau saya PKI, karena dia yang meloloskan, bukan saya minta," ucap Mega.
Mega meminta seluruh calon kepala daerah yang diusung PDIP di Pilkada Serentak 2020 untuk melandaskan perjuangan politik pada ideologi Pancasila.
Menurutnya, calon kepala daerah dari PDIP tak punya cara lain dan harus menjadi nasionalis yang berideologikan Pancasila.
"Jadi kalo masih mau ikut PDIP enggak ada cara lain ya harus jadi nasionalis, ikut ideologi Pancasila," kata Mega.