TRIBUNNEWS.COM - Istilah anjay belakangan ini menjadi bahan perbincangan di kalangan warganet.
Utamanya setelah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut penggunaan istilah Anjay dapat menjebloskan seseorang ke dalam penjara.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait memberikan penjelasannya.
ia mengaku pihaknya telah menerima pengaduan dari masyarakat terkait sedang ramainya perbincangan mengenai istilah Anjay.
Sehingga viral lagi media sosial dan berdampak kepada kekhawatiran banyak pihak terutama orang tua terhadap anaknya yang terpengaruh penggunaan istilah tersebut.
Arist menilai istilah Anjay dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda.
Baca: Rizky Billar Singgung Satu Orang yang Tak Suka Kata Anjay, Lesty Ingatkan secara Halus: Kakak!
Baca: Badan Bahasa Nilai Penggunaan Kata Anjay Harus Dilihat dari Konteksnya Terlebih Dulu
Pertama Anjay dapat digunakan untuk mengekspresikan rasa kekaguman.
"Sebagai kata pengganti ucapan salut dan bermakna kagum atas satu peristiwa misalnya 'Waoo.. keren' memuji salah satu produk yang dilihatnya di media sosial diganti dengan istilah Anjay."
"Untuk satu aksi pujian ini tidak mengandung kekerasan atau bully di mana istilah tersebut tidak menimbulkan ketersinggungan, sakit hati atau merugikan pihak lain," katanya kepada Tribunnews.
Arist melanjutkan, sudut pandang kedua, istilah Anjay dapat diartikan dengan sebutan dari salah satu binatang.
Jika istilah Anjay digunakan sebagai sebutan untuk merendahkan martabat seseorang, maka ini masuk dalam bentuk kekerasan verbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.
Oleh sebab itu, harus dilihat perspektifnya karena penggunaan istilah Anjay sedang viral tengah-tengah pengguna media sosial dan anak-anak.
Baca: Jadi Sasaran Netizen soal Kasus Anjay, KPAI Angkat Bicara
Baca: Komnas PA Persoalkan Kata Anjay, Lutfi Agizal: Alhamdulillah, Ini Kisah Perjuangan Demi Anak Bangsa
"Pengalaman empirik di masa kecil saya di suatu daerah di Sumatera Utara juga seringkali mendengar untuk satu kata pujian menggunakan kata 'anjing' atau sebutan sama seperti Anjay misalnya 'wow anjingnya sudah datang' atau 'Anjingnya juga dia itu', nah jika kata ini tidak menimbulkan kemarahan kepada subjeknya maka kata 'anjing' dianggap hal biasa," beber Arist.
Arist kemudian mencontohkan penggunaan istilah ini dalam konteks kehidupan sehari-hari.
"Demikian juga sebutan kata kasar kepada seseorang sahabatnya yang telah lama tak berjumpa misalnya, ketika dua sahabat itu berjumpa dan saling menyapa menyapa dengan teriakan menggunakan kata-kata kotor, kemudian disambut dengan gelak tawa, maka adegan dan sapaan itu tidaklah bentuk kekerasan," imbuhnya.
Namun jika itu dilakukan kepada seseorang yang tidak dikenal dan atau lebih dewasa maka istilah Anjay atau anjing bisa menjadi masalah dan tindak pidana kekerasan.
Dengan demikian jika istilah Anjay mengandung unsur kekerasan dan merendahkan martabat seseorang ini adakah salah satu bentuk kekerasan atau bullying yang dapat dipidana, baik digunakan dengan cara dan bentuk candaan.
"Jika unsur dan definisi kekerasan terpenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak maka tindakan itu adalah kekerasan verbal."
"Lebih baik jangan menggunakan kata Anjay. Ayo kita hentikan sekarang juga," tandas Arist.
Baca: Lutfi Agizal Pamer Rilis Komnas Anak Soal Laporan Anjay, Nikita Mirzani : Mending Ini Akun Direport
Baca: Komentar Rizky Billar soal Kata Anjay Disensor di TV, Lutfi Agizal: Secara Tidak Langsung Setuju
Isi Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014
Secara lengkap terkait dengan perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
UU ini secara gamblang mendefinisikan kekerasan dimaknai setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Baca lengkap Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 di tautan ini.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)