Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai RUU Cipta Kerja membuka akses yang sangat besar untuk lembaga pendidikan masuk ke Indonesia.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja hanya melihat pendidikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan.
"RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini memberikan karpet merah bagi hadirnya pendidikan asing. Jadi karena ideologi RUU Cipta Kerja, ideologi kapitalis yang didorong WTO, maka nafsu besarnya adalah menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan dan terbuka untuk investasi asing," kata Darmaningtyas dalam webinar Fraksi PKS DPR, Senin (31/8/2020).
Baca: Pengamat Pendidikan: RUU Cipta Kerja Semangatnya Komersialisasi Pendidikan
Darmaningtyas menyoroti perubahan pasal 65 UU Sisdiknas dan Pasal 90 UU Pendidikan Tinggi tentang persyaratan lembaga asing untuk bisa mendirikan pendidikan di Indonesia.
Pada kedua Undang-undang tersebut terdapat persyaratan lembaga pendidikan asing di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Serta bekerjasama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta yang terakreditasi.
Baca: Nadiem Makarim: Dinas Pendidikan Masih Mendata Guru dan Siswa Penerima Subsidi Kuota Internet
"Maka di RUU Omnibus Law tidak ada lagi persyaratan itu, ya lembaga pendidikan abal-abal di negara sana pun juga boleh mendirikan atau buka cabang di Indonesia," ungkap Darmaningtyas.
Sementara itu, pasal yang mengatur tentang sanksi pidana di UU Sisdiknas juga dihapus. Darmaningtyas mengatakan sanksi tersebut diganti menjadi sanksi yang bersifat administratif.
Menurut Darmaningtyas, penghapusan sanksi ini bertujuan agar lembaga asing mudah membuka cabang di Indonesia tanpa terikat sejumlah aturan.
"Jadi sanksi-sanksi yang ada di RUU Cipta Kerja ini lebih banyak sanksi administratif, paling penutupan saja. Wajar apabila dalam undang-undang semua sanksi dihapuskan karena ingin membuka kemudahan dalam tenaga asing dan pengajar di Indonesia tanpa mengikuti ketentuan yang ada," pungkas Darmaningtyas.