TRIBUNNEWS.COM - Nama Indira Chunda Thita mendadak jadi sorotan.
Tak lain setelah anak Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, tersebut diangkat menjadi Komisaris Independen PT Petrokimia Gresik.
Penunjukan Indira Chunda Thita menuai tanda tanya serta komentar berbagai kalangan.
Satu di antaranya politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Lewat akun Twitter-nya, Ferdinand Hutahaean menyebut Menteri BUMN, Erick Thohir offside lantaran menempatkan Thita menjadi komisaris di PT Petrokimia Gresik.
Diketahui, PT Petrokimia Gresik adalah bagian dari holding BUMN Pupuk, PT Pupuk Indonesia (Persero).
Lantas, siapa sosok Indira Chunda Thita?
Baca: Petrokimia Gresik Resmikan Perluasan Kebun Percobaan 1,4 Ha
Baca: Petrokimia Gresik Siapkan Strategi Menuju Related Diversified Industry
Berikut sosok dan profil Indira Chunda Thita sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Biodata
Dikutip dari situs resmi PT Petrokimia Gresik, Indira Chunda Thita lahir di Jakarta, 17 April 1979.
Putri sulung Menteri Pertanian itu meraih gelar Sarjana S1 dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar pada 2003.
Kemudian, pada 2007, ia menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana (S2) dari Universitas Hasanuddin Makassar.
Thita diangkat menjadi Komisaris Independen PT Petrokimia Gresik pada 25 Agustus 2020.
Selain menjadi komisaris, Thita merupakan kader Partai NasDem atau partai yang sama dengan sang ayah.
Di partai tersebut, Thita menjabat sebagai Ketua Umum DPP Garda Wanita (Garnita) Malahayati Nasdem masa bakti 2019-2024.
Ia menggantikan Irma Suryani Chaniago.
2. Gagal lolos ke Senayan
Sebelum bergabung ke Partai NasDem, Thita sempat masuk ke Partai Amanat Nasional (PAN).
Di PAN, Thita menjabat sebagai Bendahara Umum DPP BM PAN dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN.
Di Pileg 2014, Thita terpilih sebagai anggota dewan yang melenggang ke Senayan dengan meraih 104.000 suara mewakili Sulawesi Selatan.
Dia kemudian duduk di Komisi IV DPR RI dengan tugas meliputi bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, dan pangan.
Thita kembali mencoba peruntungannya dengan maju di Pileg 2019 lewat Partai NasDem.
Sayangnya, ia gagal lolos lantaran dikalahkan oleh rekan separtainya, Muhammad Rapsel Ali.
Dalam hitungan KPU, menantu Ma'ruf Amin tersebut mendapatkan 43.382 suara.
Sementara Titha hanya mampu mengumpulkan 38.497 suara.
3. Harta kekayaan
Saat masih menjabat sebagai anggota dewan, Thita tercatat tiga kali melaporkan daftar kekayaaannya ke KPK.
Terakhir kali, Thita melaporkan daftar kekayaan pada 31 Maret 2018.
Dari laporan tersebut, Thita memiliki total harta kekayaan senilai Rp 6.884.341.282.
Aset berupa tanah dan bangunan menyumbang sebagian harta kekayaan Thita, yaitu Rp 5.160.962.000.
Thita memiliki delapan bidang tanah dan bangunan yang berada di Jakarta Selatan, Makassar, dan Gowa.
Aset lainnya berupa empat unit mobil dan satu motor yang nilainya Rp 1.892.000.000.
Selain itu, Thita masih memiliki harta bergerak lainnya dan surat berharga masing-masing Rp 1.092.952.800 dan Rp 350 juta.
Juga aset berupa kas dan setara kas senilai Rp 1.588.426.482.
Bila dijumlahkan kekayaan yang dimiliki Thita sebesar Rp 10.084.341.282.
Sayangnya, ia memiliki utang sebesar Rp 3,2 miliar sehingga mengurangi nilai harta kekayaan yang dimilikinya.
4. Dikritik Ferdinand Hutahaean
Penunjukan Thita sebagai Komisaris Independen PT Petrokimia Gresik rupanya mengundang kritikan dari sejumlah kalangan.
Satu di antaranya kader Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Lewat akun Twitter-nya, Ferdinand Hutahaean menandai akun Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia menyebut, kebijakan menempatkan Thita yang merupakan anak Menteri Pertanian di salah satu BUMN terlalu kasar.
Ferdinand juga mempertanyakan apa kapastitas dan pengetahuan yang dimiliki Thita terkait pupuk.
Selain itu, Ferdinand menyebut Menteri BUMN, Erick Thohir offside.
"Presiden Pak @jokowi yth, kebijakan menempatkan Putri kandung Menteri Pertanian di BUMN Pupuk ini terlalu kasar dan keterlaluan.
Atas dasar pengetahuan apa Thita soal pupuk? Apakah murni krn kekuasaan bapaknya di @kementan?
Erick, anda offside @KemenBUMN," tulis Ferdinand.
5. Penjelasan BUMN
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Kementerian BUMN menyebut proses pemilihan komisaris dan direksi di perusahaan pelat merah dilakukan atas dasar talent pool.
Artinya, penunjukan seseorang didasarkan atas kompetensi dari talenta-talenta unggul.
Ini juga berlaku untuk seleksi komisaris di anak dan cucu BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, di Kementerian BUMN sendiri memiliki Deputi SDM yang khusus menyeleksi para talenta-talenta untuk ditempat di perusahaan negara.
"Kita ada Deputi SDM, mereka kelola talent pool, nanti diajukan ke masing-masing Wamen (wakil menteri)."
"Nanti dilihat, kalau perusahaan strategis, sampai ke presiden pemilihannya seperti Pertamina, PLN, perbankan," jelas Arya, beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, proses seleksi komisaris dan direksi melalui talent pool sudah dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Arya menambahkan, proses seleksi jabatan penting di BUMN juga akan semakin terbuka bagi sosok dari luar lingkungan BUMN.
"Ke depannya, akan semakin terbuka dari luar, jadi kesempatan untuk dapatkan putera-puteri bangsa semakin terbuka lebar," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya sedang mempelajari untuk memperbesar porsi talent pool sumber daya manusia di BUMN.
"Selama ini talent pool hanya 10 persen untuk bisa rekrut dari luar. Saya ingin mengubah menjadi 30 persen dari luar. Supaya seru, ada persaingan sehat," kata dia.
Ia juga mengatakan dalam pemilihan direksi, pihaknya juga berkonsultasi dengan kementerian terkait yang membidangi sektor bisnis BUMN.
Misalnya, ia menjelaskan, dalam menentukan direksi BUMN Karya dirinya berkonsultasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono.
"Kita libatkan juga menteri terkait bantu saya cek kerjaannya, benar atau tidak. Di perbankan, konsultasi dengan Menteri Keuangan," ucap dia.
Selain itu, lanjut dia, penunjukan direksi BUMN juga berdasarkan persepsi publik, baik pihak swasta, desa hingga perguruan tinggi.
Pemilihan komisaris BUMN sering disorot publik.
Beberapa nama yang masuk deretan komisaris BUMN berasal dari kader partai atau politikus, relawan Pilpres, hingga pejabatan eselon di kementerian dan lembaga (K/L) maupun perwira tinggi aktif maupun purnawirawan TNI dan Polri.
(Tribunnews.com/Sri Juliati, Kompas.com/Muhammad Idris)