TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai Revisi Undang Undang Mahkamah Konstitusi melanggar pembentukan undang - undang itu sendiri.
Pasalnya berkenaan dengan ketentuan partisipasi publik, masyarakat tidak diberikan akses sama sekali untuk terlibat dalam rencana perubahan tersebut.
"Malahan berkaitan dengan partisapasi publik, kita nggak pernah diberikan akses sama sekali. Akhirnya prosesnya melanggar pembentukan peraturan perundang - undangan," kata Peneliti PSHK Agil Oktaryal dalam diskusi daring 'Kontroversi Revisi UU MK dan Implikasinya', Kamis (10/9/2020).
Baca: UU MK Hasil Revisi Dinilai Ajang Barter Politik Karena Perpanjang Masa Jabatan Hakim
Padahal menurut Agil, prinsip demokrasi dalam pembentukan undang - undang harus melibatkan partisipasi publik.
DPR dalam kasus ini, semestinya mengajak pihak yang terdampak dari revisi peraturan tersebut.
MK kata dia, saat ini jadi satu - satunya lembaga yang masih dipercaya oleh publilk berdasarkan sejumlah jajak pendapat beberapa lembaga.
"MK ini kehadirannya diminta oleh publik, diinginkan publik. MK juga jadi satu - satunya lembaga yang masih dipercaya oleh publik. Ini sangat menciderai semangat reformasi di mana publik tidak diajak," ucapnya.