TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Benny Tjokrosaputro menegaskan tidak ada aksi pump and dump (goreng saham) pada saham PT Hanson International Tbk. (MYRX) pada Agustus 2016.
Menurut Benny, saat itu emiten tersebut merealisasikan aksi korporasi berupa stock split atau pemecahan nilai saham.
Hal itu diungkapkan Benny Tjokrosaputro, mantan Komisaris Utama MYRX, ketika dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam lanjutan persidangan perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan agenda perkara Pidana No.: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst. di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020).
Selain Benny, saksi mahkota yang memberikan keterangan dalam persidangan tersebut adalah Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto
“2016, kalau tidak salah bulan Agustus…Itu stock split, bukan pump and dump,” tegasnya ketika ditanyai oleh terdakwa Syahmirwan, Mantan GM Investasi dan Kadiv investasi PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2018
Baca: Komisi III DPR Minta Kejagung Panggil Semua Pihak Terlibat Kasus Jiwasraya
Benny memerinci, pada saat itu MYRX merealisasikan stock split dengan rasio 1:5. Artinya, nilai saham itu dipecah menjadi lima kali lebih kecil dibandingkan harga saat itu.
Menurut pemilik MYRX ini, sebelum stock split, harga saham MYRX mencapai 600-an. Setelah melakukan aksi korporasi itu, jelas dia, nilainya berkisar 120-130.
“Dari harga 600 sekian. Karena split menjadi lima kali sekitar 120-an atau 130-an. Jadi, bukan pump and dump yang setiap kali digambar oleh bapak-bapak JPU [Jaksa Penuntut Umum],” ujarnya.
Benny menjelaskan bahwa stock split memang menyebabkan penurunan harga saham dalam waktu seketika.
Namun, nilai intrinsik saham tidak mengalami perubahan.
Dia memberikan contoh, 1 juta lembar saham dengan harga 600 per lembar memiliki nilai total Rp600 juta.
Dengan melakukan stock split dengan rasio 1:5, harga saham per lembar mencapai 120, tetapi nilai totalnya tetap sama yakni Rp600 juta.
“Bukan [pump and dumb]. Karena nilai intrinsiknya sama. Justru kalau tidak turun [harga saham per lembar] aneh. Orangnya jadi tambah kaya 5 kali lipat kan. Tidak masuk akal itu,” kata Benny.
Lebih lanjut, Benny mengeluhkan istilah itu seringkali keluar dari JPU dalam perkara Asuransi Jiwasraya atas aksi yang dilakukan MYRX.
Dia pun menegaskan bahwa aksi pihak Asuransi Jiwasraya menjadi pelaku aksi pump and dump tersebut.
“Itu stock split, bukan pump and dump. Bukan [Jiwasraya]. Tidak ada nge-dump sama sekali,” tegasnya.
Istilah pump and dump merujuk pada pola ‘menggoreng saham’ yang sudah umum dikenal oleh pelaku pasar modal.
Sebagai informasi, aksi ini dilakukan oleh satu atau beberapa kekuatan tersembunyi di pasar untuk meningkatkan secara signifikan harga ‘saham yang digoreng’.
Harganya bukan lagi ditentukan secara normal oleh mekanisme pasar.
Kenaikan harga ‘saham gorengan’ itu pun umumnya tidak didukung oleh fakta material. T
erhadap saham-saham yang perubahan harganya sangat mencolok, Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai pengawas pasar mengingatkan investor melalui mekanisme yang disebut Unusual Market Activity (UMA).
Ketika banyak investor lain yang masuk, mereka dengan satu hentakan langsung membanjiri pasar dengan order jual sehingga harga saham tersebut kembali turun dan kekuatan tadi sudah meraih untung berlimpah.