TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik tidak ingin berpolemik atas tuduhan yang dilayangkan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan.
Arteria sebelumnya menuding Komnas HAM mulai genit dengan mencampuri konstitusional DPR RI.
Sebab, menurut Arteria, Komnas HAM disebut-sebut ikut menggalang dukungan agar pembahasan sebuah rancangan undang-undang di parlemen tidak dilanjutkan.
"Kalau kami dikatakan mencampuri wewenang DPR dan pemerintah, pak Arteria perlu menyimak pasal 89 UU 39/1999 yang menegaskan tugas fungsi dan wewenang Komnas HAM. Yakni mengkaji perundang-undangan baik yang existing mau pun yang sedang disusun. Jadi kami punya wewenang itu," kata Taufan kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
"Menuduh macam-macam, silahkan saja buktikan sendiri. Biar lah publik menilai sendiri. Sebab tidak relevan sama sekali dengan substansi yang dipersolkan yakni rekomendasi Komnas HAM atas RUU Cipta Kerja," imbuhnya.
Taufan mengatakan, rekomendasi Komnas HAM yang meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, khususnya kluster RUU Cipta Kerja sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo dan DPR sendiri.
Komnas HAM bahkan sudah mengkaji RUU Cipta Kerja. Dari kajian tersebut, kata Taufan, ditemukan sejumlah pasal yang bermasalah, apalagi berkaitan dengan prinsip hak asasi manusia.
Kata Taufan, jika pada akhirnya DPR dan pemerintah silang pendapat menyikapi rekomendasi Komnas HAM, maka hal tersebut bisa diwajarkan.
Baca: Politikus PDIP: Komnas HAM Tidak Boleh Menghasut Apalagi Menjadi Provokator
"Kalau pendapat kami berbeda dengan DPR dan pemerintah, itu kan hal yang lazim saja di alam demokrasi," kata dia.
Patut diketahui, tudingan bahwa Komnas HAM mulai genit diungkap Arteria Dahlan dalam rapat kerja Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2020).
"Bapak (Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik) tidak boleh menghasut, apalagi menjadi provokator, meminta DPR menghentikan membahas rancangan undang-undang," kata Arteria.
"Kita enggak boleh jadi genit-genit, Pak. Kalau Bapak genit-genit, berhenti saja. Apalagi ini sudah mengganggu konstitusionalitas DPR RI," lanjut dia.
Arteria pun mempertanyakan apa saja prestasi Komnas HAM selama kepemimpinan Ahmad Taufan Damanik.
"Kalau kita melihat, apa sih yang dikerjakan Komnas HAM bagi republik? Coba Bapak tulis saja prestasi Bapak, prestasi Komnas HAM tahun ini. Apa?" lanjut dia.
Arteria tidak menjelaskan secara lugas rancangan undang-undang apa yang dimaksud.
Meski demikian, beberapa waktu lalu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga merekomendasikan agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak dilanjutkan pembahasannya di DPR.
Rekomendasi Komnas HAM
Diberitakan sebelumnya, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga merekomendasikan agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja tak dilanjutkan pembahasannya.
Penghentian itu dalam rangka penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Saya mempertegas, Komnas HAM merekomendasikan kepada Presiden dan DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja ini dengan pertimbangan potensi pelanggaran HAM," kata Sandrayati dalam konferensi pers, Kamis (13/8/2020).
"Potensi perusakan lingkungan oleh adanya undang-undang ini sangat besar," tutur dia.
Sandrayati menyebutkan, proses pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di pemerintah juga tidak melibatkan partisipasi publik.
Hal itu, kata dia, tidak sejalan dengan hak asasi manusia dalam negara demokratis.
"Proses pembahasan dan substansi yang dibahas, yang kami lihat tidak sesuai, belum sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan negara demokratis," ungkap Sandrayati.
Komnas HAM juga menilai, melanjutkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah sebuah kemunduran.
Sebab, selama bertahun-tahun Indonesia serius membangun negara yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia, serta negara yang peduli hukum.
"Kami melihat, kalau proses penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja ini dilanjutkan, ini satu kemunduran besar," kata Sandrayati.
Apalagi, Indonesia merupakan salah satu anggota dewan HAM PBB.
"Tapi kalau ini dilanjutkan dan diberlakukan undang-undang, saya rasa ini betul- betul akan kontradiksi dengan apa yang sudah dicapai bangsa Indonesia selama 75 tahun," ujar Sandrayati.