Sikap kader yang pro berpandangan sudah sepatutnya, Partai Gelora sebagai partai baru dan terbuka, berkolaborasi dengan siapa saja, termasuk dalam hal dukungan di Pilkada.
Sementara yang kontra menilai Partai Gelora dinilai akan ikut melanggenggkan dinasti politik Presiden Jokowi.
Apalagi selama ini Fahri Hamzah kerap mengkritik berbagai kebijakan Presiden Jokowi, sehingga dukungan Partai Gelora kepada Gibran-Bobby itu mengejutkan berbagai pihak.
"Saya berdebat dengan orang-orang yang mempersoalkan, anda ngerti nggak sih arti dinasti sebagai konsepsi politik? Lalu, saya tanya lagi anda ngerti nggak oligarki sebagai konsepsi politik? anda pasti nggga baca itu teori-teori terminologi dinasti politik," kata mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.
Fahri pun memaklumi ketidakmengertian orang-orang yang mempersoalkan dukungan Partai Gelora kepada Gibran dan Bobby, karena terlalu banyak membaca terminologi dinasti politik di media sosial, bukan teori pengertian terminologi sebenarnya.
"Akhirnya jadi percakapan di pingggir jalan, percakapan orang yang tidak berkualitas. Jadi orang bodoh itu, tidak hanya di istana, tapi juga dipinggir jalan karena tidak berkualitas. Inilah problem kita, harusnya ada otoritas yang memperbaiki terminologi di sosial media," katanya.
Fahri meminta semua pihak agar mulai membaca secara teks pengertian sebenarnya terminology dinasti politik itu, bukan sebaliknya mengambil pengertian dari medsos.
Sebab, polemik mengenai dinasti politik akan selalu saja terjadi, sehingga bisa menguras energi bangsa kepada perdebatan yang tidak perlu.
"Jadi cara berpikirnya harus berdasarkan pada teks dan dasar pengertiannya harus teoritis. Jadi jangan karena kemarahan kepada seseorang (Jokowi), lalu mencomot terminology yang tidak bisa kita pertanggungjawabkan dihadapan dunia akademik dan juga dihadapan Allah SWT," pungkas Fahri.