"Kemenag akan menjalin kerja sama dengan majelis serta lembaga atau ormas keagamaan," sambungnya.
Zainut mengatakan, Kemenag sangat concern dalam mendorong peran yang lebih luas dari para penceramah dalam pembangunan bidang agama. Apalagi, tantangan keberagamaan semakin beragam seiring perubahan zaman yang cepat.
Banyak perubahan-perubahan sosial terjadi yang disebabkan laju modernitas dengan beragam produknya. Namun, apa pun tantangan itu, Wamenag yakin para penceramah dan tokoh agama akan tetap tegar mengemban amanah merawat keberagamaan dengan baik.
"Karena itu, Kemenag terus membuka diri dan juga proaktif menjalin kerjasama dan kemitraan dengan seluruh ormas keagamaan dalam optimalisasi peran para penceramah," tutur Wamenag.
Baca: Legislator PKS Sesalkan Kemenag Tetap Luncurkan Program Penceramah Bersertifikat: Meresahkan Rakyat
"Kami melihat ada banyak sosok penceramah yang telah eksis mengedukasi masyarakat dengan bahasa agama yang ringan dan mudah dipahami. Ini adalah bukti betapa kita sangat kaya dengan sosok-sosok berwawasan moderat," sambungnya.
Khusus penceramah agama Islam, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menambahkan bahwa tahun ini pihaknya akan memberikan penguatan kompetensi kepada 8.200 penceramah agama.
Jumlah ini terdiri dari 200 penceramah peserta bimtek Kemenag pusat dan 8.000 penceramah peserta bimtek yang dilakukan Kemenag Provinsi.
"Bimtek angkatan pertama di pusat rencananya akan dilakukan pada akhir September 2020. Proses bimtek berlangsung kurang lebih tiga hari," tuturnya.
"Panitia akan bersurat kepada ormas dan lembaga untuk mengirim peserta. Panitia juga bisa langsung bersurat kepada peserta perorangan, khususnya kepada penceramah yang bukan berasal dari ormas," tandasnya.
Ubah Nama Program
Dalam kesempatan itu, Zainut menjelaskan bahwa nama program yang kadung disebut penceramah bersertifikat itu sudah diubah menjadi Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Meski, dalam banner yang terpampang tertulis 'Penceramah Agama Bersertifikat'.
Dia berharap perubahan nama dapat mengakhiri polemik yang muncul di masyarakat maupun MUI dan ormas Islam.
"Kami mendapatkan arahan dari berbagai pihak, akhirnya kami berketatapan program ini namanya adalah penguatan kompetensi penceramah agama. Jadi tidak ada lagi yang kemudian disebut dai bersertifikat. Ini untuk menghindari berbagai polemik yang muncul," ucap Zainut.
"Kami ingin keluar dari persoalan polemik tersebut sehingga kami menemukan nama program 'Penguatan Kompetensi Penceramah Agama', dengan harapan ini enggak lagi disebutkan apakah ada yang bersertifikat atau enggak bersertifikat. Utamanya penguatan nilai kompetensi penceramah tersebut," ujarnya.