TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia menyerukan pembangunan budaya damai dalam pelaksanaan pilkada serentak 2020, yang dilaksanakan di tengah terjadinya pandemi covid-19.
Menurut Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksamana Madya (Laksdya) Amarulla Octavian, pilkada menjadi isu yang rentan karena pengalaman munculnya konflik di masa lalu.
Baik di antara masyarakat dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan pemangku kepentingan.
"Terlebih pilkada kali ini terjadi di tengah pandemi covid. Potensi itu terlebih terkait politisasi penanganan dampak covid-19. Dampaknya seringkali lintas sektoral dan merugikan banyak pihak," kata Amarula dalam webinar Hari Perdamaian Internasional #UnhanWorldPeaceDay, yang digelar secara daring, Senin (21/9/2020).
Webinar itu mengidentifikasi, analisa potensi konflik, dan resolusi konflik pada saat pelaksanaan pilkada serentak 2020.
Baca: Hasto: Atasi Potensi Konflik Pilkada, Harus Kembali ke Semangat Pendirian Indonesia
Pembicaranya adalah mahasiswa program doktor Unhan yang juga Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, anggota Bawaslu Mochammad Afifudin, dan Peneliti LIPI Dr. Adriana Elisabeth.
Lebih lanjut, Laksamana Madya Amarulla menyatakan pihaknya berharap, terkait pelaksanaan pilkada serentak ini, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat, harus memahami betul batasan menyeluruh.
Sehingga pilkada bisa dilaksanakan dengan baik dan di saat yang sama menjaga kesehatan bersama.
"Kita mencatat sejauh ini sudah ada 51 calon kepala daerah yang sudah mendapat sanksi teguran. Bahkan sudah disiapkan sanksi pembatalan calon jika melakukan pelanggaran lebih jauh," urainya.
Di perayaan Hari Perdamain Dunia tahun ini, Amarulla mengatakan PBB sudah memunculkan tema 'shaping peace together'.
Tema ini berfokus pada pentingnya kerja bersama, bahu membahu, menciptakan perdamaian di tengah pandemi, dan bersama menekan serta melawan penyebaran pandemi covid.
Sehingga seluruh aktivitas dunia bisa dilaksanakan, termasuk pilkada.
"Di satu sisi kita ingin menjaga kesehatan dengan menjaga protokol kesehatan, yang sebenarnya mudah dilakukan dengan tinggal di rumah dan tak memilih. Tetapi jika kita tak memilih, bisa berdampak ke negara hingga kita sendiri. Disinilah arti pentingnya diskusi ini sehingga kita dapat memberikan usulan ke pemerintah," ungkap sang rektor.
Amarulla lalu mengatakan bahwa salah satu usulan adalah pilkada elektronik yang sudah dilakukan oleh banyak negara. Seharusnya hal ini dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia.
"Agar kita memaknai pentingnya #UnhanWorldPeaceDay, saya mengutip pernyataan Founder sekaligus Presiden Pertama kita Ir. Soekarno, dimana beliau berpesan 'pemilu jangan menjadi pertempuran perjuangan kepartaian yang dapat memecah persatuan rakyat Indonesia'. Maka semoga kita dapat menciptakan perdamaian dan menciptakan yang terbaik bagi bangsa dan rakyat Indonesia," pungkas Amarulla.
Dekan Fakultas Keamanan Nasional Unhan Laksamana Muda TNI Dr. Siswo Hadi Sumantri membacakan ikrar perdamaian dalam Hari Perdamaian Dunia.
"World Peace Day diperingati disuasana di tengah pandemi covid sebagai bencana global yang merenggut jutaan nyawa. Covid menjadi musuh bersama masyarakat dunia. Kita perlu bersatu padu menghadapi pandemi. Sebarkan kasih sayang, perdamaian, solidaritas dan tolak diskriminasi dan kebencian," ujarnya.
Sekprodi Damai dan Resolusi Konflik (DRK) Unhan, Kolonel Laut Dr. Agus Adriyanto, mengatakan perdamaian adalah hak segala bangsa.
Dan sebagai agen sosial, mari setiap orang mulai membangun perdamaian dari mulai lingkungan sosial kita sendiri.
"Dari lingkungan keluarga, suku, agama, ras, bangsa, negara, dan umat manusia. Dengan memperjuangkan perdamaian, akan menghasilkan senyum, tawa perdamaian, bagi anak-anak kita, keluarga kita, kerabat kita, masyarakat, dan umat manusia," kata Agus.
"Mari kita ciptakan perdamaian. Let's shape peace together for a better world, for our children, and for ourselves," katanya.
Sebagai Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai deklarasi perdamaian yang disampaikan Unhan sangat relevan dan wajib disosialisasikan.
"Deklarasi itu mengungkapkan komitmen untuk membangun budaya damai, budaya anti kekerasan dan diskriminasi serta kesiapsediaan Indonesia untuk secara aktif melibatkan diri dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia," ujar Hasto.