TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo setuju Bangsa Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, termasuk G30S.
Karyono pun memahami sejarah memang penting sebagai pijakan untuk menatap masa depan dalam membangun kejayaan bangsa.
"Sebaliknya, jika kita meninggalkan sejarah bangsa, maka akan seperti kera yang terjebak di hutan belantara dan meraung-raung di tengah kegelapan," kata Karyono, Jumat (25/9/2020).
Karyono mengatakan, berbicara sejarah Bangsa Indonesia tentu sangat luas dan banyak sekali catatan peristiwa sejarah bangsa ini.
Tetapi anehnya, dari sekian banyak catatan sejarah bangsa ini, yang paling sering menjadi perbincangan adalah sejarah G30S PKI.
Baca: Gatot Nurmantyo: Sampai Masuk Liang Kubur pun, Sumpah Prajurit Saya Pegang
Hal ini disebabkan karena selama 32 tahun rezim pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto, sengaja melakukan propaganda secara sistematis, hingga membuat film tentang G30S PKI.
Orde Baru memang suka 'jualan' isu komunis.
Bahkan tak jarang isu komunis dan PKI kerap digunakan untuk membungkam tokoh atau kelompok yang menentang kebijakan pemerintah Orde Baru.
Kelompok islam kritis juga tak luput dari bidikan penguasa Orde Baru.
Untuk membungkam kelompok kritis, penguasa Orde Baru menggunakan propaganda yang sangat populer saat itu, yaitu membuat stigmatisasi yang dilabelkan kepada pihak yang berbeda pandangan, yaitu yang terkenal dengan istilah ekstrem kanan dan ekstrem kiri (Eka Eki).
"Maka tak heran, sisa-sisa kekuatan Orde Baru yang masih bercokol getol membuat propaganda tersebut," ucapnya.
Sejatinya, kata Karyono, propaganda isu komunis dan PKI ini adalah propaganda usang yang terus digaungkan ke tengah-tengah publik dari masa ke masa.
Tak terkecuali film tentang G30S PKI versi Orde Baru yang kontroversial, tak jarang dijadikan alat propaganda untuk menarik simpati publik.
Di sisi lain, digunakan untuk menjatuhkan lawan politik.