TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dua aduanĀ terkait gratifikasi dan konflik kepentingan dalam kasus helikopter mewah Ketua KPK Firli Bahuri.
"Waktu aku diperiksa pertama kali oleh Dewan Pengawas dalam bentuk berita acara, waktu itu kan pake zoom, jadi memang aku menyampaikan permohonan kepada Dewan Pengawas untuk mendalami dugaan gratifikasi dan konflik kepentingan," ujar Boyamin, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (26/9/2020).
Boyamin menjelaskan indikasi dugaan gratifikasi yang dimaksud dalam kasus tersebut adalah adanya diskon.
Dia menengarai ada harga yang diturunkan dari harga biasanya.
Baca: Usai Divonis, MAKI Minta Firli Bahuri Tak Buat Kontroversi Lagi di KPK
Menurutnya Dewas KPK harus menelusuri perbedaan harga sehari hingga seminggu sebelum dan sesudah helikopter tersebut digunakan Firli Bahuri.
"Katakanlah (harganya) di angka Rp30 juta misalnya, tapi kok ini hanya Rp7 juta. Atau ketika waktu itu, sehari hingga seminggu sebelumnya atau setelahnya (Firli) pernah dipakai orang, jadi berapa biasa sewanya. Kalau tidak salah kan alasan Rp7 juta itu karena banting harga karena sedang corona jadi diturunkan harganya," jelasnya.
Dia menilai harga Rp7 juta sangatlah janggal.
Karena harga tersebut diperkirakan habis untuk biaya aftur dan menggaji pilot.
Padahal masih ada biaya lain seperti pajak, biaya mendarat dan terbang, kemudian penyiapan tempat landing maupun take off hingga parkir di bandara.
"Menurut aku ada kejanggalan, tapi aku belum punya bukti, jadi sebenarnya menyerahkan sepenuhnya kepada dewan pengawas untuk mendalami. Tapi nampaknya belum maksimal mendalaminya, ya mudah-mudahan ada masyarakat yang menyewa (helikopter) itu kemudian menyampaikan ke saya atau dewan pengawas terkait dengan adanya dugaan diskon," ungkapnya.
Baca: Disanksi Teguran Tertulis Gara-gara Naik Helikopter Mewah, Firli Bahuri Janji Tak Mengulangi Lagi
Sementara dari dugaan konflik kepentingan, Boyamin menduga perusahaan pemilik helikopter terafilisiasi dengan perusahaan-perusahaan yang kemudian menjadi pasien KPK.
"Terkait dugaan konflik kepentingan, karena helikopter ini dikelola PT Air Pasific Utama kalau nggak salah. Nah PT Air Pasific Utama itu kan misalnya sahamnya dimiliki oleh PT A, kemudian saham PT A dimiliki oleh PT B, dan kemudian punya saham PT C. C baru kemudian oleh beberapa orang, M maupun J misalnya. Kemudian bercabang dari perusahaan ini, ada dugaan punya saham di perusahaan jet, nah perusahaan jet ini misalnya pernah diperiksa KPK terkait dugaan adanya suap atau korupsi," ungkap Boyamin.
Terlepas dari semua dugaan itu, Boyamin menegaskan MAKI mengajukan dua materi tersebut memang belum didukung bukti yang cukup kuat.
Maka dari itu, dirinya meminta Dewas KPK untuk mendalami lebih lanjut.
Baca: Buntut Gunakan Heli, Firli Bahuri Langgar Kode Etik dan Terima Sanksi Ringan, ICW: Harusnya Mundur
Masyarakat pun diimbau menyerahkan bukti kepadanya atau Dewas KPK jika memang menemukannya.
"Dalam putusan kemarin kan katanya tidak cukup bukti, maka ya tidak disinggung dalam putusan. Persoalan ini kemudian apakah kemudian berhenti sampai disini? Ya mestinya belum," kata dia.
"Nah maka dari itu sebenarnya itu yang harus didalami oleh Dewan Pengawas. Dan kita berharap juga masyarakat kalau ada bukti diserahkan kepada Dewan Pengawas dan aku untuk ditindaklanjuti," tandasnya.