TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyebut bahwa era orde baru sudah selesai.
Demikian sikap Busyro menanggapi kritikan karena keputusannya menjadi tim pengacara anak mantan Presiden RI Soeharto, Bambang Trihatmodjo, untuk menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Busyro mengatakan, orde baru tidak hanya menyangkut Soeharto dan Keluarga Cendana, tetapi sistem pemerintahan yang juga menyangkut ABRI, Polri, hingga Partai Golkar sebagai pendukung utama serta kalangan konglomerat.
Untuk itu, tidak adil jika keluarga Soeharto terus dikaitkan dengan Keluarga Cendana dan orde baru.
"Alangkah tidak adilnya kalau keluarga dari Pak Harto itu ada yang punya persoalan ini kemudian disikapi dengan tidak adil. Supaya adil ya ke pengadilan saja. Dalam etika agama juga ada itu, janganlah kebencianmu kepada satu kaum berakibat kamu benci kepada kaum itu. Orde Baru kan sudah bukan kaum, sudah almarhum," kata Busyro saat dikonfirmasi, Minggu (27/9/2020).
Baca: Busyro Muqoddas Sebut Pemerintah dan DPR Curi Momentum Covid-19 Untuk Sahkan UU Minerba
Apalagi, menurutnya, gugatan yang dilayangkan Bambang Trihatmodjo bukanlah kasus korupsi atau pelanggaran HAM.
Sebagai seorang advokat sejak 1981, Busyro mengaku terikat prinsip dengan prinsip justice for all, equality before the law dan presumption of innocent.
Untuk itu, tak adil jika gugatan Bambang ke Sri Mulyani dikaitkan dengan statusnya sebagai putra Soeharto atau bagian dari Keluarga Cendana dan rezim orde baru.
"Dalam dunia advocat itu etika profesi itu kan justice for all, semua pihak terikat. Bahkan sekarang kalau dikait-kaitkan dengan Keluarga Cendana tidak adil," kata Busyro.
Salah satu pihak yang mengkritik keputusan Busyro menjadi pengacara Bambang adalah Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainur Rohman.
Menurut Zainur, keputusan Busyro telah mencoreng citranya sendiri yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi dan bahkan mantan pimpinan KPK.
Hal ini mengingat Bambang merupakan bagian Keluarga Cendana dan orde baru yang masih memiliki beban masa lalu seperti dugaan kasus korupsi yang hingga kini belum tuntas.
Bambang menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta atas keputusan Sri Mulyani memperpanjang pencegahannya bepergian ke luar negeri dalam rangka pengurusan piutang negara.
"Setelah kami pelajari, kasus ini bukan kategori dugaan korupsi atau korupsi sama sekali tidak ada, juga bukan kasus misalnya pelanggaran HAM itu juga tidak ada sama sekali, kan enggak mungkin pelanggaran HAM perorangan, jadi yang jelas bukan kasus korupsi," kata Busyro.
Selain itu, gugatan yang dilayangkan Bambang merupakan persoalan lama. Persoalan yang tidak pernah dipermasalahkan pada pemerintahan sebelumnya, atau pemerintahan setelah Soeharto.
"Di era-era persiden sebelumnya tidak pernah diangkat dipermasalahkan, sejak Presiden Megawati, Gusdur, SBY, Habibie, dipermasalahkan baru kemarin itu," katanya.
Baca: Wakil Ketua KPK Puji Pegawai yang Tetap Bertahan: di Sini Bukan Tempat Santai
Meski demikian, Busyro belum bersedia merinci langkah yang akan dilakukannya dalam persidangan. Dia meminta semua pihak untuk bersabar sampai kasus ini disidangkan.
"Biar nanti di pengadilan saja dibuka. Biar teman-teman pers bisa mengedukasi masyarakat," katanya.
Dikutip dari laman PTUN DKI Jakarta, gugatan yang diajukan Bambang Trihatmodjo pada 15 September teregister dengan nomor perkara 179/G/2020/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya, Bambang Trihatmodjo meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Selain itu, Bambang Trihatmodjo dalam gugatannya meminta PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tersebut.