TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika disebut soal peristiwa G30S/PKI, sontak orang akan mengingat sosok sang Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI), Dipa Nusantara Aidit atau yang lebih akrab disebut DN Aidit.
Ia dinilai sebagai tokoh sentral dalam gerakan yang mengakibatkan sejumlah tokoh TNI AD gugur.
Bahkan di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia.
Kematian Aidit pun sekarang masih menjadi kontroversi dan di mana jenazahnya pun tidak diketahui.
Baca: PA 212: Harusnya Polri Desak Stasiun TV Pemerintah dan Swasta Tayangkan Film G30S/PKI
Berbicara soal PKI, asal muasal adanya partai komunis di Tanah Air berasal dari seorang sosialis asal Belanda, Henk Sneevliet.
Henk mendirikan partai bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang merupakan embrio PKI.
Setelah Indonesia merdeka ISDV berganti nama menjadi PKI yang lambat laun semakin membesar dengan ratusan ribu pendukung dan dinobatkan sebagai partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia dan China tentunya.
Banyaknya massa PKI disebabkan rakyat Indonesia (saat itu) menilai ideologi komunis cocok dengan keadaan mereka.
Baca: Polri Tidak Akan Beri Izin Keramaian Nonton Bareng Film G30S/PKI di Tengah Pandemi Covid-19
Tentu tokoh partai Palu Arit Indonesia yang paling dikenal ialah Dipa Nusantara Aidit/DN Aidit.
Memang sih, DN Aidit dianggap yang paling bertanggungjawab atas peristiwa berdarah G30S PKI dan tak masuk akal jika ia mengaku tak tahu menahu mengenai peristiwa tersebut.
Namun siapa sangka jika Aidit bakal menjadi 'anak bawang' jika bertemu dengan dua pentolan PKI ini.
Tersebutlah Muso Manowar atau Munawar Muso alias Musso dan Alimin bin Prawirodirdjo.
25 Desember 1925, para pemimpin PKI mengadakan pertemuan kilat di daerah Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.
Baca: Fakta tentang Film G30S/PKI: Tak Wajib Ditayangkan Sejak 1998 hingga Polemik DN Aidit Merokok
Dalam pertemuan itu mereka membahas aksi berupa pemogokan hingga angkat senjata yang bakal dilakukan oleh kaum tani serta buruh.