TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta kembali memberlakukan atau memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat hingga 11 Oktober mendatang.
Sebelumnya PSBB ketat jilid pertama diberlakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai 14 September lalu.
Setelah berjalan dua pekan, Anies kemudian memperpanjang penerapan PSBB ketat selama dua pekan terhitung sejak Senin (28/9/2020) kemarin hingga 11 Oktober mendatang.
Namun di saat Jakarta kembali memberlakukan PSBB ketat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru kembali menyinggung tidak efektifnya pembatasan aktivitas di tingkat provinsi.
Menurut Presiden Jokowi, pembatasan aktivitas di tingkat provinsi merugikan banyak orang.
Mantan Wali Kota Solo ini berpendapat, pembatasan aktivitas cukup dilakukan di lingkup kecil.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam rapat dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional lewat konferensi video, Senin (28/9/2020).
"Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif. Jangan sampai kita generalisir satu kota atau satu kabupaten apalagi satu provinsi, ini akan merugikan banyak orang," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Jokowi meminta jajarannya menyampaikan pesan tersebut kepada gubernur, bupati dan wali kota.
"Intervensi berbasis lokal ini agar disampaikan ke provinsi, kabupaten, kota," kata Jokowi.
Baca: Kasus Covid-19 Naik Terus, Asosiasi Pusat Belanja Khawatir PSBB Makin Panjang
"Artinya pembatasan berskala mikro di tingkat desa, kampung, RW, RT, atau di kantor, pondok pesantren, saya kira itu lebih efektif," ucap dia.
Jokowi yakin cara ini bisa menekan penularan Covid-19 yang sampai Minggu kemarin sudah mencapai 275.213 kasus.
Di sisi lain, Jokowi juga menegaskan, pemerintah terus berupaya meningkatkan angka kesembuhan dan menekan angka kematian.
Soal pembatasan di tingkat provinsi itu, Jokowi tidak menjelaskan secara spesifik, provinsi mana yang ia maksud.
Namun demikian, saat ini, satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan PSBB ketat adalah DKI Jakarta.
"Dalam rapat koordinasi terkait antisipasi perkembangan kasus COVID-19 di Jabodetabek, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marives) menunjukkan data bahwa DKI Jakarta telah melandai dan terkendali, tetapi kawasan Bodetabek masih meningkat, sehingga perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan. Menko Marives juga menyetujui perpanjangan otomatis PSBB DKI Jakarta selama dua minggu,” kata Anies, Kamis (24/9/2020).
Baca: Di Tengah PSBB, Ganti Komponen Inflator Airbag Honda Bisa Diakses via Online
Bukan Pertama Kali
Bukan kali ini saja Jokowi menyatakan ketidaksetujuannya dengan adanya PSBB di tingkat provinsi.
Saat Anies mengumumkan PSBB ketat pada pertengahan September lalu, Jokowi juga menekankan pentingnya pembatasan di lingkup kecil.
Saat itu, Jokowi meminta kepala daerah untuk menghitung dengan cermat dalam mengambil keputusan terkait adanya penambahan kasus Covid-19.
"Perlu saya ingatkan lagi, keputusan-keputusan dalam merespon penambahan kasus di provinsi/kabupaten/kota, saya minta semuanya selalu melihat data sebaran kemudian yang sudah berkali-kali saya sampaikan terapkan strategi intervensi berbasis lokal. Strategi pembatasan berskala lokal."
"Strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan baik itu manajemen intervensi yang dalam skala lokal maupun komunitas, sehingga sekali lagi jangan buru-buru menutup sebuah wilayah," kata Jokowi, Senin (14/9/2020).
Baca: PSBB Jakarta Diperpanjang, Jadwal Operasional Transjakarta Tidak Berubah
Presiden juga menginstruksikan kepala daerah selalu melihat data sebaran Covid-19 sebelum mengambil keputusan.
Sebab, suatu daerah tidak sepenuhnya masuk dalam zona merah.
Oleh sebab itu, penanganan Covid-19 di daerah tidak boleh digeneralisir.
"Strategi pembatasan berskala lokal baik itu di tingkat RT, RW, desa atau kampung sehingga penanganannya lebih detail dan bisa lebih fokus, karena dalam sebuah provinsi misalnya ada 20 kabupaten/kota tidak semuanya berada pada posisi merah," ucap Kepala Negara.
"Sehingga penanganannya tentu saja jangan digeneralisir, di sebuah kota atau kabupaten pun sama, tidak semua kelurahan, desa, kecamatan, mengalami hal yang sama merah semua, ada hijau, kuning, itu perlu treatment atau perlakuan berbeda," tambahnya.
(Tribunnews.com/Daryono/Dionisius Arya Bima Suci) (Kompas.com/Ihsanuddin)