TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Profesor dari Australian National University bernama Greg Fealy menuding pemerintah Jokowi anti-Islam dalam makalah berjudul 'Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State' yang dimuat oleh situs East Asia Forum pada 27 September 2020.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Golkar Ace Hasan Syadzily menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan tidak memiliki bukti.
Apalagi, Jokowi didampingi seorang Kiai dalam menjalankan pemerintahan di Tanah Air.
"Tuduhan itu sama sekali tidak mendasar dan tidak disertai bukti yang mendasarinya. Bagaimana mungkin seorang Presiden Jokowi yang didampingi seorang Kyai sebagai Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin, yang berasal dari organisasi keislaman terbesar di Indonesia dinilai anti Islam," ujar Ace, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (30/9/2020).
Selain itu, Ace menegaskan banyak sekali program-program pemerintahan Jokowi yang menunjukan keberpihakannya terhadap umat Islam.
Dia mencontohkan salah satunya adalah pendidikan Islam melalui madrasah dan pesantren yang mendapatkan perhatian khusus.
Baca: Gibran Anak Jokowi Masih Punya Cicilan Rumah Rp 895.586.004
Kemudian bank-bank syariah tumbuh dengan baik di Indonesia walaupun belum optimal.
Belum lagi para Kyai, ulama, dan ustadz diberikan kebebasan untuk berdakwah dimanapun.
"Tentu banyak program dan kebijakan lainnya yang menunjukan keseriusannya terhadap umat Islam. Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama, saya sangat tahu persis soal kebijakan itu," kata dia.
Akan tetapi, Ace tak membantah jika dikatakan pemerintah Jokowi tegas terhadap kelompok yang mendukung konsep khilafah.
Karena menurutnya memang seharusnya tidak ada toleransi bagi pihak-pihak yang ingin mengganti ideologi kebangsaan Indonesia yang memang merupakan kesepakatan bangsa.
"Tentu seorang Presiden harus menjadi garda terdepan bagi pihak-pihak yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain," jelasnya.
Politikus Golkar tersebut menekankan semua pihak harus bisa membedakan antara kelompok-kelompok dalam Islam yang selama ini telah berkontribusi bagi Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan organisasi Islam lainnya, dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam yang berafiliasi dan mendukung gerakan-gerakan transnasional yang ingin mendirikan negara seperti ISIS.
"Pemerintah harus tegas terhadap kelompok-kelompok yang pro terhadap khilafah yang selalu mengatasnamakan Islam," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Greg Fealy, profesor dari Australian National University, menuangkan pandangannya terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dalam 4 tahun ke belakang. Greg menuding pemerintah Jokowi anti-Islam.
Tulisan Greg ini dimuat di East Asia Forum pada 27 September 2020. Artikel di situs East Asia Forum ini diambil dari makalah terbaru Greg yang berjudul, 'Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State' yang akan terbit di Bulletin of Indonesian Economic Studies dan dimuat dalam ANU Indonesia Update 2020.
"Selama empat tahun terakhir, pemerintah Presiden Indonesia Joko 'Jokowi' Widodo telah melakukan kampanye penindasan terpadu dan sistematis terhadap kaum Islamis. Ini mungkin kabar baik bagi mitra barat Indonesia, terutama Australia, di mana survei-survei berulang kali menunjukkan bahwa banyak orang takut akan meningkatnya konservatisme dan militansi Islam Indonesia," tulis Greg dalam artikel itu.
Greg menyebut Australia dan negara lain harus prihatin akan kondisi yang disebutnya sebagai 'kebijakan anti-Islamis' ini.
"Karena hal itu mengikis hak asasi manusia, merusak nilai-nilai demokrasi, dan dapat menyebabkan reaksi radikal terhadap apa yang dilihat sebagai antipati negara berkembang terhadap Islam," tulis Greg.