TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi tanggapan terkait hasil penelitian mengenai potensi tsunami setingggi 20 meter di selatan Pulau Jawa.
Tanggapan itu disampaikan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Dalam keterangannya, Dwikorita mengatakan penelitian tentang potensi gempa dan tsunami perlu didorong dengan tujuan untuk penguatan mitigasi, bukan untuk menimbulkan kepanikan dan kecemasan.
Adapun penelitian tentang potensi tsunami di Pantai Selatan Jawa sudah dilakukan beberapa kali dengan metode yang berbeda.
Hasilnya pun sama, yakni adanya potensi tsunami dengan tinggi 20 meter.
"Sejak beberapa tahun yang lalu beberapa peneliti telah melakukan kajian potensi kejadian tsunami di Pantai Selatan Jawa yang dapat mencapai ketinggian 20 meter akibat gempabumi megahtrust. Metode, pendekatan, dan asumsi yang dilakukan dalam tiap penelitian tersebut berbeda."
"Namun hasilnya kurang lebih sama, yaitu potensi terjadinya tsunami dengan ketinggian sekitar 20 meter, dalam waktu 20 menit gelombang tiba di pantai sejak terjadinya gempa," katanya sebagaimana dikutip dari akun twitter Humas BMKG, Kamis (30/9/2020).
Baca: Bahaya, 8 Alat Peringatan Dini Tsunami di Pantai Selatan Garut Rusak Semua
Penelitian yang dilakukan itu, lanjut Dwikorita, diantaranya oleh Widjo Kongko (2018), Ron Harris (2017 - 2019), dan yang terakhir oleh tim lintas lembaga yang dipimpin oleh ITB dan didukung oleh BMKG.
Dwikorita mengatakan, hasil penelitian itu diperlukan untuk sistem mitigasi gempabumi dan peringatan dini tsunami.
Pasalnya, potensi kejadian gempabumi dan tsunami di Indonesia tidak hanya berada di pantai selatan Jawa saja, tetapi juga berpotensi terjadi di sepanjang pantai yg menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Dwikorita melanjutkan, penelitian terakhir oleh ITB yang didukung oleh BMKG, KKP, dan BIG dilakukan berdasarkan analisis data-data kegempaan BMKG dan pemodelan tsunami dengan beberapa skenario.
Skenario terburuk mengasumsikan jika terjadi gempabumi secara bersamaan di 2 segmen megathrust yang ada di selatan Jawa bagian Barat dan Selatan Jawa bagian Timur dapat mengakibatkan tsunami dengan tinggi gelombang maksimum 20 meter di salah satu area di selatan Banten dan mencapai pantai dalam waktu 20 menit sejak terjadinya gempa.
"Mekanisme kejadian tsunami yangg dimodelkan ini serupa dengan kejadian tsunami Banda Aceh tahun 2004, yang juga diakibatkan gempabumi dengan Magnitudo 9,1 dan tsunami mencapai pantai waktu kurang lebih 20 menit," bebernya.
Baca: Ada Potensi Tsunami, Ketua MPR Minta Pemda di Jalur Pantai Selatan Jawa Giatkan Mitigasi
Hasil pemodelan itu, lanjut Dwikorita, dapat juga menjadi salah satu acuan bahwa lahan di pantai yang berada pada ketinggian lebih dari 20 meter, relatif lebih aman terhadap ancaman bahaya tsunami.
Hasil pemodelan tersebut juga penting untuk penyiapan jalur dan tempat evakuasi, ataupun untuk penataan lahan di daerah rawan tsunami.
Menurut Dwikorita, Pemerintah telah mengantisipasi kejadian tsunami dengan Sistem Peringatan Dini yang dibangun oleh BMKG.
Melalui Sistem Peringatan Dini itu, dalam waktu 3-5 menit setelah terjadinya gempa, Sistem Monitoring dan Peringatan Dini tersebut yang dioperasikan dengan Internet of Things (IoT) dan diperkuat oleh super computer dan Artificial Intelligent (AI), secara otomatis akan menyebarluaskan informasi peringatan dini tsunami ke masyarakat di daerah rawan gempabumi dan tsunami, melalui BNPB, BPBD, media massa ataupun beberapa media lainnya.
"Dengan penyebarluasan peringatan dini tsunami tersebut maka masih tersisa waktu kurang lebih 15-17 menit untuk proses evakuasi, apabila waktu datangnya tsunami diperkirakan dalam waktu 20 menit," katanya.
Dwikorita menambahkan, Sistem Peringatan Dini belum menjamin upaya pencegahan terjadinya korban jiwa dan kerusakan tanpa kesiapan masyarakat, pemerintah daerah dan seluruh pihak terkait.
"Masih sangat diperlukan kesungguhan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat bersama-sama Pemerintah Pusat untuk melakukan berbagai langkah kesiapan pencegahan bencana," ujar dia.
Dikutip dari Kompas.com, hasil penelitian itu mengungkapkan adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Pulau Jawa.
Salah satu anggota tim peneliti tersebut, Endra Gunawan mengatakan riset ini menggunakan analisis multi-data dari berbagai peneliti.
Selama ini, sejarah gempa besar di kawasan Pulau Jawa tidak diketahui atau tidak terdokumentasi.
"Pascagempa 2004 di Aceh, beberapa peneliti melakukan pengambilan sampel, atau yang dikenal dengan paleoseismologi, untuk mengetahui sejarah gempa besar di masa lalu di kawasan tersebut," ungkap Endra kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020).
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa gempa besar yang di Aceh pada tahun 2004 lalu, pernah terjadi 600 tahun yang lalu.
Sedangkan di Jawa, dokumentasi tentang sejarah gempa besar tidak terdokumentasi dan tidak diketahui.
Riset yang dimulai sejak 5 tahun tersebut, mengusulkan pemodelan potensi bencana gempa bumi di zona subduksi di sepanjang selatan Jawa berbasis analisis multi-hazard dan multi-data untuk pengurangan risiko atau mitigasi bencana.
Baca: Fakta-fakta Selatan Jawa Berpotensi Diterjang Tsunami 20 Meter, Kapan dan Apa yang Harus Dilakukan?
Terkait potensi tsunami dan gempa besar di selatan Jawa, Endra menjelaskan hasil riset itu berasal dari analisis data GPS dan data gempa yang terekam.
"Catatan gempa besar di pulau Jawa tidak terdokumentasikan, oleh karenanya, kami menggunakan GPS untuk mendeteksi potensi gempa yang dapat terjadi," ungkap Endra.
Berdasarkan data GPS menunjukkan adanya zona sepi gempa.
Artinya, bisa jadi zona itu mungkin hanya terjadi pergerakan pelan-pelan, sehingga gempa tidak terjadi, atau sebaliknya terjadi locking, daerah itu terkunci sehingga tidak dapat bergerak.
"Karena gempa itu siklus, maka ada saatnya di mana di wilayah itu ada pengumpulan energi, lalu akan melepaskan saat gempa," ungkap Endra.
Berdasarkan dua aspek studi, yakni menggabungkan data GPS dan data gempa yang saling berkorelasi ini, menyatakan ternyata wilayah Jawa bagian selatan ada potensi gempa di Jawa bagian barat, Jawa bagian tengah dan timur.
Lebih lanjut Endra mengatakan kalau seandainya wilayah-wilayah tersebut terjadi gempa dalam waktu bersamaan, maka worst case menunjukkan akan adanya potensi gempa hingga M 9,1.
"Kemudian dari informasi tersebut, kami modelkan potensi tsunaminya, dan muncullah (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.
Baca: Riset ITB Sebut Selatan Jawa Berpotensi Diterjang Tsunami 20 Meter, Ini Penjelasan BMKG dan Pakar
Potensi tsunami di Jawa bagian barat ini berkisar terjadi di wilayah Sukabumi, dan untuk wilayah bagian tengah terjadi di sekitar pantai-pantai di provinsi DIY.
"Namun, perlu diingat gelombang tsunami yang akan terjadi, tergantung pada topografi dari tempat yang bersangkutan," jelas Endra.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)