TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober tidak lepas dari peristiwa sebelumnya yakni Gerakan 30 September yang menjadi sejarah kelam negara Indonesia.
Beberapa tempat pun menjadi saksi sejarah yang kini menjadi museum. Salah satunya yaitu Museum Sasmitaloka Ahmad Yani yang terletak di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat.
Museum ini dahulunya merupakan rumah dari Jenderal Ahmad Yani dan tempat ia gugur oleh tujuh peluru dari senapan pasukan Tjakrabirawa.
Saat Tribun Network menyambangi museum tersebut, Kamis (1/10/2020), disambut oleh sebuah patung perunggu berseragam Angkatan Darat (AD) menggambarkan kegagahan Jenderal Ahmad Yani.
Putra Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni Ahmad Yani (66) menceritakan secara detail kepada Tribun Network beberapa tempat bersejarah di museum tersebut.
Mulai dari kamar sang jenderal hingga tempat dimana Jenderal Ahmad Yani jatuh tersungkur pada malam kelam itu.
Dalam museum terlihat beberapa koleksi barang yang merupakan milik pribadi sang jenderal masih tersimpan rapi.
Mulai interior rumah yang masih orisinil, foto-foto, beragam penghargaan serta beberapa pakaian milik Jenderal Ahmad Yani.
Di dalam kamar Jenderal Ahmad Yani pun hingga kini masih tersimpan baju terakhir Jenderal Ahmad Yani yang dipakai saat penembakan pada malam 30 September 1965.
Di sebelah baju tersebut juga terdapat senjata tipe thompon dan beberapa proyektil peluru yang menembus badan Jenderal Ahmad Yani.
Pada bagian tengah atau ruang keluarga, terdapat lokasi dimana Jenderal Ahmad Yani tumbang yang ditandai dengan plakat warna kuning dan bertuliskan "DI SINILAH GUGURNJA PAHLAWAN REVOLUSI DJENDERAL TNI A YANI PADA TANGGAL 1 OKTOBER 1965 DJAM 04.35".
Tidak jauh dari ruang tersebut terdapat replika pintu kaca yang pecah akibat peluru dari pasukan Tjakrabirawa pada malam kelam itu.
Di balik pintu itu merupakan lorong dimana Jenderal Ahmad Yani diseret untuk dibawa ke Lubang Buaya.
Untung Mufreni Ahmad Yani menjelaskan pascaterjadinya tragedi G30S/PKI, pihak keluarga menyerahkan rumah beserta isinya kepada negara.
Baca: Jenderal Ahmad Yani di Mata Anaknya, Sosok Ayah yang Tegas
Pada 1966 tempat tersebut akhirnya diresmikan menjadi museum untuk mengenang sosok Jenderal Ahmad Yani.
Untung Mufreni Ahmad Yani menceritakan peristiwa berdarah itu secara detail detik-detik berdarah terbunuhnya ayahnya hingga ayahnya dibawa ke kawasan Lubang Buaya.
Saat kejadian, istri dari Jenderal Ahmad Yani yang tak lain merupakan ibu dari Untung Yani ini sedang tidak berada di rumah.
Sedangkan Untung Yani bersama saudaranya yang lain dan ayahnya pun sedang lelap tertidur.
Pada pukul 04.00 WIB adik dari Untung Yani yaitu Irawan Sura Eddy Yani terbangun untuk mencari ibunya, tetapi ia malah melihat banyak pasukan Tjakrabirawa di kediamannya.
Tidak selang beberapa lama, lima anggota Tjakrabirawa masuk dan menanyakan keberadaan Jenderal Ahmad Yani.
Pasukan Tjakrabirawa mengatakan bahwa Jenderal Ahmad Yani dipanggil presiden.
Irawan Yani pun membangunkan ayahnya yang saat itu masih tertidur pulas.
Tak lama setelah itu pun Jenderal Ahmad Yani menemui anggota Tjakrabirawa di belakang paviliun.
"Waktu itu dengan sangat kasar anggota Tjakrabirawa berkata kepada Jenderal Ahmad Yani bahwa dirinya dipanggil Presiden saat itu juga," ujar Untung Yani.
Saat itu pula sempat terjadi pertengkaran antara Jenderal Ahmad Yani dengan anggota Tjakrabirawa yang berujung pada Jenderal Ahmad Yani memukul salah satu anggota Tjakrabirawa.
Tak lama setelah pertengkaran itu, Jenderal Ahmad Yani masuk kembali ke dalam rumah dan menutup pintu kaca.
Setelah masuk lalu terdengar rentetan suara tembakan dan Jenderal Ahmad Yani pun terjatuh dengan banyaknya selongsong peluru di tubuhnya.
Baca: Mengenang Letjen Ahmad Yani, Target Utama G30S, Ditembak di Kediamannya Sendiri
"Setelah ayah terjatuh dengan banyaknya tembakan, ia pun diseret melalui pintu belakang dan setelah itu dilempar ke dalam truk. Kami pun sempat mengikuti bapak namun seorang anggota Tjakrabirawa membentak kami sehingga kami hanya bisa menangis," tambah Untung Yani.
Sekitar pukul 04.30 Istri Ahmad Yani kembali pulang dan melihat banyaknya darah di lantai dan di baju yang dipakai Jenderal Ahmad Yani.
Seketika ia pun pingsan dan menyuruh para ajudan Jenderal Ahmad Yani mencari dimana keberadaan Jenderal Ahmad Yani.
Kejadian mengerikan itu menyisakan pilu yang mendalam bagi Keluarga Jenderal Ahmad Yani tidak terkecuali Untung Yani.
Ia pun berpesan bahwa tragedi tersebut harus tetap dikenang dan diingat agar kejadian serupa tidak terjadi kembali di kemudian hari.
Kata Untung, Jenderal Ahmad Yani merupakan sosok ayah yang tegas.
"Bapak itu orang yang tegas dan keras kepada anak-anaknya apalagi kepada anak laiki-lakinya, namun kepada anak perempun bapak itu tidak terlalu keras karena anak perempuannya rajin-rajin," ujar Untung Yani.
Untung Yani menambahkan, bapaknya selalu memberi nasehat-nasehat baik kepada anaknya.
"Walaupun bapak orangnya keras namun jarang berlaku kasar kepada anaknya. Bila saya bandel, saya hanya disentil telinganya," ujarnya.
Jenderal Ahmad Yani selalu mengenalkan anak-anaknya kepada para kolega dan tamu-tamunya.
Kedelapan anak Jenderal Ahmad Yani selalu disuruh ke luar dan diperkenalkan bila ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Begitu pula saat kedelapan anaknya diperkenalkan oleh Presiden Pertama RI Soekarno.
Untung Yani menceritakan bila di siang hari, mereka selalu menunggu bapak pulang untuk makan siang bersama. Dan itu selalu dilakukan mereka, bapak dan ibu makan dalam satu meja makan.
"Bapak itu sebelum mengenal golf, hobinya yaitu main layang-layang. Ia bermain layang-layang bareng dengan perwira Angkatan Darat lainnya," tambah Untung Yani.
Untung Yani yang ditinggal sosok Jenderal Ahmad Yani di umur 11 tahun sangat merasa kehilangan atas kepergian ayahnya dalam peristiwa kelam G30S/PKI.
Ia sangat kasihan terhadap ibunya karena harus merawat kedelapan anaknya seorang diri di masa mudanya. (tribun network/wan/wly)