News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suntikan Rp 22 T untuk Jiwasraya, Antara Kekehnya Pemerintah-DPR, Pihak Penentang dan Kata Pengamat

Penulis: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pemerintah bakal menyuntikkan dana senilai total Rp 22 triliun untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mulai tahun depan. 

Dana tersebut akan disuntikkan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) secara bertahap, pada 2021 akan diberikan PMN senilai Rp 12 triliun dan Rp 10 triliun pada tahun berikutnya.

Hal ini diputuskan dalam rapat panitia kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), manajemen Jiwasraya dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Kamis (1/10/2020).

Manajemen baru Jiwasraya bersama Tim Gabungan diketahui tengah mematangkan skema penawaran terbaik.

Satu skema yang sedang dimatangkan adalah pengembalian 100 persen dana para pemegang polis yang dihitung dari nilai tunai dengan cara mencicil.

Ada pula skema pengembalian dana pemegang polis yang dihitung dari penyesuaian nilai tunai dengan cara dicicil, namun dalam jangka waktu yang lebih pendek.

Tadi malam, Minggu (4/10/2020), Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyampaikan skema penyaluran ke nasabah. 

Dana disalurkan lewat PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI yang akan membentuk perusahaan asuransi jiwa bernama IFG Life.

Seluruh polis Jiwasraya akan dialihkan ke perusahaan baru itu dan menjadi perusahaan yang nantinya membayarkan tunggakan Jiwasraya.

IFG Life akan membayarkan seluruh kewajiban dengan cara dicicil dalam jangka panjang karena dana yang tersedia tidak cukup untuk membayarkan seluruh kewajiban yang ada.

Pemegang polis yang menghendaki pembayaran lebih cepat, akan dikenakan penyesuaian nilai tunai.

Pemegang polis yang ingin mendapatkan pembayaran lebih cepat maka nilai pokok polis yang dibayarkan ditentukan pada persentase tertentu.

Sebaiknya Digunakan untuk Kepentingan Mendesak

Meski pemerintah dan DPR telah menyepakati suntikan dana, aksi penolakan disampaika sejumlah pihak.

Mereka umumnya mempertanyakan, mengapa kesalahan manajemen lama Jiwasraya justru rakyat yang harus menanggung.

Koordinator Komite Sosial Ekonomi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Said Didu menilai suntikan modal itu berasal dari uang rakyat dan sebaiknya digunakan untuk kepentingan yang mendesak.

"KAMI menolak secara tegas penggunaan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT Jiwasraya," ujar Said dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10/2020).

"KAMI meminta agar dana tersebut dialihkan untuk pembiayaan penanganan Covid-19 dan membantu rakyat miskin dari dampak Covid-19," lanjutnya.

Pihaknya pun meminta kepada penegak hukum agar membongkar secara tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus PT Jiwasraya.

Baca: Kejagung Periksa 4 Saksi Terkait Kasus Korupsi Jiwasraya

KAMI meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka semua aliran dana PT Jiwasraya terutama transaksi dan aliran dana yang mencurigakan dan tidak wajar.

"Kemudian juga meminta penegak hukum agar menggunakan Undang-Undang Pencucian Uang terhadap tersangka dan pihak terkait, " tuturnya.

KAMI meminta kepada semua pihak, khususnya kepada para penegak hukum, agar bersama-sama mewapadai kasus serupa PT Jiwasraya yang terjadi mendekati Pilpres.

"Supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang," kata Said.

Tidak Adil

Penolakan juga disampaikan sejumlah politisi Senayan.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS Amin Ak menegaskan, langkah pemerintah memberikan suntikan modal untuk Jiwasraya tersebut tidak tepat dan tidak adil.

"Langkah pemerintah yang akan menyuntikkan dana 22 T untuk penyelesaian kasus Jiwasraya tidak tepat. Tidak adil uang nasabah dikorupsi oleh pihak-pihak tertentu tapi diganti oleh negara dan menjadi beban rakyat," kata Amin saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/10/2020).

Amin mengatakan, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah segera memburu aset-aset yang dikorupsi oleh para koruptor di Jiwasraya.

"Aset-aset tersebut segera dijual dan dana hasil penjualan digunakan untuk membayar hak-hak para nasabah Jiwasraya," ujarnya.

Amin menegaskan, penyelesaian kasus Jiwasraya dari awal sudah salah sebab seharusnya DPR membentuk Panitia khusus (Pansus) ketimbang Panitia kerja (Panja).

"Seharusnya penanganannya dengan membentuk Panitia khusus (Pansus) yang melibatkan pihak-pihak terkait dan bekerja sama dalam satu koordinasi yang rapi," ucapnya.

Baca: Usulan Pansus Djoko Tjandra Akan Dibawa ke Rapat Internal Komisi III DPR

"Duduk bersama dalam satu forum dan menentukan langkah bersama. Tetapi yang dilakukan DPR dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) yang mana masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri," pungkasnya.

Anggota DPR RI Komisi XI dari fraksi Gerindra Kamrussamad menegaskan, suntikan modal justru menjadi preseden buruk karena kelalaian manajemen harus ditanggung oleh pembayar pajak.

Dia menegaskan, PMN senilai Rp 20 triliun kepada BPUI dinilai belum tentu mampu menyelesaikan masalah Jiwasraya.

Pemerintah telah menganggarkan dari APBN 2021 suntikan modal Rp 20 triliun untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).

Awalnya Ini sebagai salah satu upaya menyelesaikan tunggakan polis PT Asuransi Jiwasraya.

Namun, upaya ini dipandang belum menjawab masalah yang dialami asuransi pelat merah tersebut.

"Apakah pantas di tengah rakyat berjuang menyelamatkan jiwa dari serangan virus covid-19, justru pemerintah mengalokasikan PMN Rp 20 triliun untuk Jiwasraya yang telah dirampok oleh direksi lama," kata Kamrussamad.

PMN Rp 20 triliun yang bersumber dari APBN hasil penjualan SBN jika dialihkan ke pelayanan kesehatan bisa digunakan untuk penyediaan Alkes berupa test PCR untuk rakyat secara gratis.

"Ini akan lebih berfaedah bagi kesulitan rakyat saat ini," katanya.

Solusi Terbaik

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai, program penyelamatan polis (restrukturiasi) yang ditawarkan pemerintah dan manajemen baru merupakan solusi terbaik demi menjawab hak para pemegang polis.

Menurutnya, program penyelamatan polis ini adalah satu-satunya pilihan yang harus diambil pemerintah, ketimbang pemerintah harus melikuidasi Jiwasraya yang diyakini akan menambah kerugian para pemegang polis.

"Pemerintah tidak ada pilihan lain kecuali restrukturisasi. Restru adalah pilihan realistis karena biaya likuidasi akan jauh lebih tinggi," kata Anthony dalam keterangannya, Jumat (2/10/2020).

Mengacu hasil rapat Kementerian BUMN bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Kamis (1/10/2020), diputuskan terdapat dua alternatif solusi dalam menyelesaian masalah yang terjadi di Jiwasraya.

Baca: Setelah Sebut Kementerian BUMN Dibubarkan Saja, Ahok Bertemu Erick Thohir: Kritik Saya Diterima

Pertama, melikuidasi Jiwasraya dengan sisa aset berkisar 20 perssn dari total liabilitas yang ada saat ini.

Kedua, melakukan penyelamatan polis (restrukturisasi) terhadap seluruh polis nasabah dan memindahkannya ke IFG Life.

Terkait dua alternaltif solusi ini, kata Anthony, akan lebih baik jika setelah direstrukturisasi pemerintah segera menjual aset-aset Jiwasraya yang tersisa.

Baca: Kesal Kerap Ditantang, Pria di Muara Enim Bacok Tetangga Satu Desanya Hingga Tewas

Hal ini dimaksudkan untuk membuat beban operasional BUMN bisa turun atau lebih efisien.

"Sebaiknya, setelah restrukturisasi segera dijual. BUMN harus diperkecil. Hanya yang kritikal saja dipertahankan," ujar Anthony.

 Sedangkan terkait masalah hukum, Anthony berharap jajaran penegak hukum bisa menyita seluruh aset terdakwa untuk bisa digunakan demi menambah uang pengembalian ke nasabah.

"Yang penting, yang melanggar hukum harus diproses dan mengembalikan uangnya kepada negara," cetus Anthony.

Pemerintah Bebankan Moral Hazard pada Pembayar Pajak

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo suntikan dana senilai total Rp22 triliun dianggap baik bagi nasabah, tapi di sisi lain akan timbul penolakan pula dari masyarakat pada umumnya. 

"Keputusan itu baik bagi nasabah, namun akan timbul penolakan dari pengamat dan publik umumnya," ujar Irvan, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (3/10/2020).

Penolakan akan muncul, kata Irvan, karena kebijakan itu seolah menunjukkan pemerintah membebankan ketidakhati-hatian manajemen perusahaan kepada pembayar pajak. 

"Karena ini mengindikasikan bahwa pemerintah membebankan moral hazard dan ketidakhati-hatian manajemen perusahaan kepada pembayar pajak, dalam hal ini APBN," jelasnya. 

Irvan menjelaskan keputusan dari pemerintah itu menjadi satu-satunya opsi paling realistis dan dapat diwujudkan dengan segera. 

Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menyerahkan tersangka dan barang bukti perkara kasus korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT Aditya Tirta Renata dan PT Evio Sekuritas kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat pada hari ini, Kamis (1/10/2020). (Dok. Kejagung RI) (Dok Kejagung)

Dibandingkan, lanjutnya, dengan opsi-opsi lain yang sudah lama dibahas seperti opsi aset recovery dari proses hukum atau B to B dengan mengundang investor. 

"(Ini opsi paling realistis) Asalkan kepada nasabah individu polis saving plan yang sudah 2 tahun menunggu segera dibayar dan tidak dilakukan restrukturisasi atau reschedule," kata Irvan. 

"Restrukturisasi dan atau hair cut hanya mungkin dilakukan kepada nasabah kolektif atau korporasi yang umumnya BUMN, karena dapat ditempuh melalui intervensi BUMN," tandasnya.

Wujud Tanggungjawab Pemerintah

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyebutkan, meski restrukturisasi berpotensi memperkecil besaran manfaat investasi nasabah, namun langkah ini dinilai jauh lebih baik ketimbang perseroan perlu dilikuidasi.

"Ini bukan yang sempurna, tapi yang terbaik. Jauh lebih baik dibanding likuidasi," katanya.

Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Penyertaan Modal Negara (PMN) perlu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap para nasabah polis Jiwasraya.

Dengan kondisi ekuitas Jiwasraya yang saat ini berada di level negatif Rp 37,4 triliun, penyuntikan modal sebesar Rp 22 triliun dinilai sebagai suatu langkah yang paling tepat untuk dilakukan.

"Kita harus bertanggung jawab terhadap nasabah. Ini menyangkut 2,6 juta nasabah. Itu 90 persen lebih nasabah adalah pensiunan. Itu guru sebagian besar. Apakah negara tidak bertanggung jawab terhadap itu?" tuturnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).

Arya juga menjawab keraguan beberapa pihak terkait pelaksanaan PMN Jiwasraya.

"Kalau ada pihak yang menolak karena fraud. Pemerintah sudah melakukan sampai ke hukum," tuturnya.

Bahkan, dengan tuntutan seumur hidup yang diberikan kepada mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo, menunjukkan, pemerintah secara serius dan kooperatif melakukan penanganan kasus mega korupsi itu.

"Kita harus bertanggung jawab makanya bail in harus dilakukan. Tapi di sisi lain yang fraud diproses hukum. Kecuali tadi enggak ada proses hukum baru dipertanyakan," ucapnya.

Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea mengatakan, Penyertaan Modal Negara (PMN) akan dilakukan secara bertahap, yakni sebesar Rp 12 triliun pada tahun anggaran 2021 dan Rp 10 triliun pada 2022.

"Dalam melaksanakan program penyelamatan polis, yang mayoritas adalah pensiunan, pemerintah selaku pemegang saham akan memberikan penanaman modal kepada BPUI," katanya, dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).

Robertus menjelaskan, dana tersebut akan digunakan untuk melakukan pembentukan perusahaan bernama Indonesia Financial Group Life (IFG Life), yang dirancang untuk menyelamatkan Jiwaraya.

IFG Life disiapkan untuk menerima polis nasabah yang telah direstrukturisasi manfaat investasi dan nilai sebelumnya.

"Perusahaan ini akan menerima pengalihan polis dari Jiwasraya yang terestrukturisasi," kata Robertus. (Kompas.com/Rully R. Ramli, Tribunnews.com/Vincentius Jyestha Candraditya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini