Pengesahkan RUU Cipta Kerja tersebut menuai polemik dari berbagai kalangan pekerja.
Para elemen masyarakat banyak yang menolak UU Cipta Kerja, khususnya para buruh dan pekerja.
Penolakan tersebut kemudian memunculkan aksi demo hingga ancaman penolakan kerja.
Massa pekerja/ buruh di berbagai daerah, misalnya, menggelar aksi unjuk rasa diikuti mogok kerja pada 6 hingga 8 Oktober.
Tak hanya dari kalangan buruh atau pekerja, mahasiswa juga mengikuti aksi tersebut.
Mereka menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang isinya dianggap merugikan masyarakat.
Terdapat banyak pasal yang dianggap kontroversial.
Selain itu, proses pembentukannya pun dinilai minim pelibatan publik.
Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020), mengatakan, UU Cipta Kerja dinilai mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.
Meski UU Cipta Kerja diklaim baik bagi kepentingan nasional, elemen buruh tetap menolaknya.
Lantas, mungkinkah UU Cipta Kerja ini dibatalkan? Bagaimana prosedur pembatalannya?