Namun saat disahkan menjadi undang-undang, klaster pendidikan tetap muncul.
“Ini DPR bersandiwara dan bersilat lidah. Rakyat merasa dikibuli oleh wakilnya, karena sebelumnya komisi X jelas mengatakan klaster pendidikan keluar dari RUU Cipta Kerja,” pungkas Ubaid.
Sementara itu, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.
Satriwan mengatakan, pihaknya sudah menyambut baik sikap DPR dan pemerintah yang sebelumnya berkomitmen tak memasukkan sektor pendidikan dalam RUU sapu jagat tersebut. Namun, dalam draf final UU Cipta Kerja masih terdapat sektor pendidikan.
“Ternyata masih ada Pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan. Dengan kata lain, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan,” kata Satriwan.
Satriwan mengatakan, sektor pendidikan masuk dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 Ayat (1) dalam UU Cipta Kerja yang menyebutkan Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.
Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Satriwan, ketentuan tersebut membuat pemerintah leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan.
“Artinya pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya,” ujarnya.
Satriawan mengatakan, Pasal 1 Ayat (4) dalam UU Cipta Kerja juga menjelaskan terkait ‘Perizinan Berusaha’ yaitu, legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Karenanya, ia menilai, sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi. DPR, menurut Satriwan, tak berkomitmen menepati janjinya terhadap dunia pendidikan dan pegiat pendidikan.
“Hal ini menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan prank terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan. Sebelumnya dengan pedenya mereka mengatakan cluster pendidikan telah dicabut dari RUU ini, ternyata sebaliknya,” pungkasnya. (Tribun Network/fah/kps/wly)