TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Aksi unjuk rasa ratusan warga Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap di lapangan desa, Senin (5/10/2020) kemarin langsung direspon Mabes Polri.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono angkat bicara.
Menurut jenderal bintang dua itu, saat ini Divisi Propam Polri sudah turun tangan.
Propam Polri selidiki dugaan pemerasan ratusan pengusaha jamu
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menyelidiki informasi mengenai adanya oknum polisi di Mabes Polri yang diduga memeras para perajin jamu di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
"Sedang dilakukan penyelidikan oleh Propam," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Argo pun memastikan Polri akan menindak oknum tersebut jika terbukti melakukan pemerasan.
"Kalau memang ada dan terbukti akan ditindak," tegasnya.
Polres Cilacap kumpulkan bukti dugaan pemerasan
Kepolisian berjanji mengusut kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oknum perwira berpangkat AKBP di Mabes Polri terhadap perajin jamu tradisional di Kabupaten Cilacap.
Kapolres Cilacap, AKBP Derry Agung Wijaya mengatakan, telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus tersebut.
"Sudah dibentuk tim, tim khusus untuk melakukan pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan)."
"Jadi sementara ini masih berjalan," kata AKBP Derry seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
AKBP Derry mengatakan, penyelidikan tidak hanya dilakukan oleh tim dari Polres Cilacap, tapi juga oleh tim dari Mabes Polri.
"Karena itu masuk wilayah kami, timnya dari kami. Dari yang sana (Mabes) dan sebagainya juga ada."
"Karena kami wilayahnya Cilacap, (tim) dari Cilacap tetap ada," ujar AKBP Derry.
Namun AKBP Derry belum dapat membeberkan hasil penyelidikan sementara yang sedang dilakukan.
"Kalau pulbaket ini kan (berjalan) terus, kami terus melaksanakan pulbaket, kalau bahasa kami kan penyelidikan, masih berjalan," tutur AKBP Derry.
AKBP Derry memastikan, tim khusus masih bekerja untuk mengusut kasus tersebut.
"Kaya gini ada yang perlu digali lagi, ke lapangan lagi. Dalam tahap pulbaket, kami masih kerja," tambah AKBP Derry.
Minta Presiden Jokowi ikut turun tangan
Warga terpaksa demo di tengah pandemi Covid-19 karena sudah tidak tahan jadi korban pemerasan.
Dalam aksinya mereka mengatasnamakan diri sebagai produsen jamu tradisional.
Mereka meminta Presiden Joko Widodo memecat oknum polisi di Bareskrim Polri.
Oknum tersebut diduga telah memeras para produsen jamu di Desa Gentasari.
Ketika beraksi warga membawa spanduk bertuliskan 'Korban Pemerasan AKBP Agus Wardi'.
Pada Institusi Polri, warga mendesak agar oknum Polri tersebut diadili.
Modus pemerasan produsen jamu
Mulyono, seorang korban yang juga produsen jamu tradisional di Gentasari, mengatakan, para pengusaha jamu itu dituduh melanggar aturan dalam memproduksi jamu tradisional.
"Tiba-tiba, kami didatangi oknum polri tersebut, kemudian kami dibawa dan ditahan sampai enam hari. Barulah kami dilepas dan dimintai sejumlah uang," ujarnya di sela aksi.
"Korbannya ada banyak sekali, sejak Februari sampai sekarang. Per orang, ada yang dimintai Rp 300 juga-500 juta, bahkan sampai Rp 2,5 miliar," imbuhnya.
Mulyono menceritakan, uang tersebut diakui sebagai denda lantaran mereka melanggar aturan.
"Konsekuensinya, membayar sejumlah uang. Oknum Bareskrim Polri ini datang dan pergi secara tiba-tiba. Hampir semua pengusaha jamu dimintai, ditahan, dilepaskan, kemudian dimintai uang dan tidak ada yang sampai pengadilan," jelasnya.
"Kalau dari periode Februari sampai Agustus 2020, totalnya yang dimintai dari para pengusaha jamu bisa sampai Rp 7 miliar," tandasnya.
Baca: Ratusan Pengusaha Jamu di Cilacap Demo Bawa Spanduk Bertuliskan Korban Pemerasan
Mulyono sendiri dimintai Rp 1.2 miliar dan baru setor Rp 100 juta, yang diminta sejak Juni.
Warga meminta dan menuntut presiden menghentikan perilaku atau kelakuan oknum tersebut yang telah meresahkan produsen jamu.
Selain itu, mereka juga meminta pemerintah melakukan pembinaan kepada para pengusaha jamu tradisional agar bisa memproduksi jamu secara prosedural sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan warga.
Sementara itu, Camat Kroya, Luhur S Muchsin mengatakan, pihaknya tidak melarang aspirasi dan aksi unjuk rasa tersebut.
"Namun, kami meminta mereka beraksi maksimal sampai pukul 13.30 WIB karena kasus Covid-19 di Cilacap sedang naik," ungkapnya.
Terkait tuntutan produsen jamu tradisional itu, dirinya tidak bisa berbicara banyak dan menyerahkan kepada pihak berwenang.
Korban ditahan tapi tidak diadili
Korban pemerasan, Mulyono menuturkan praktik dugaan pemerasan ini sudah berlangsung lama.
"Itu sudah bertahun-tahun, sudah lama," katanya.
Mulyono mengatakan, para perajin jamu yang pernah ditangkap oleh oknum polisi selama ini tidak pernah diproses di pengadilan.
"Ditahan di Bareskrim, belum ada (yang diproses di pengadilan). Kita dilepas, disuruh cari uang," ungkap Mulyono yang memiliki usaha jasa pembungkusan jamu ini.
Mulyono menjelaskan, para perajin jamu yang ditahan akan dibebaskan dan diberi tenggat waktu untuk menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan nominal yang ditentukan.
"Ada juru tagihnya, lewat telepon, (penyerahan uangnya) lewat transfer. Dikasih waktu sekian hari, nominalnya (yang menentukan) dari sana," ungkap Mulyono yang juga menjadi satu di antara korban pemerasan.
"Saya sebagai korban juga. Saya baru setor Rp 100 juta, saya dimintai Rp 1,2 miliar. Dimintai Juni," ungkap Mulyono.
Baca: Ratusan Perajin Jamu di Cilacap Bertahun-tahun Jadi Korban Pemerasan Oknum Polisi Berpangkat AKBP
Untuk itu, Mulyono meminta agar dugaan pemerasan oleh oknum tersebut segera diusut.
Pasalnya praktek tersebut sangat merugikan warga di desa yang dikenal sebagai sentra jamu tradisional ini.
Selain itu, Mulyono juga meminta pemerintah memberikan pendampingan atau pembinaan kepada para perajin jamu.
Sementara itu, Kapolres Cilacap AKBP Derry Agung Wijaya, ketika dikonfirmasi belum dapat memberikan keterangan terkait dugaan pemerasan tersebut.
"Kami masih dalami dan pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) kegiatan tersebut," tulis Derry melalui pesan singkat. (tribun network/thf/Tribunnews.cim/TribunBanyumas.com/TribunJogya.com/Kompas.com)