TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah belum berencana untuk menerapkan undang-undang kekarantinaan dalam merespon aksi demo UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Wiku menegaskan, kewenangan untuk membubarkan aksi unjuk rasa tersebut di tangan pihak kepolisian.
"Sampai dengan saat ini, tidak ada rencana untuk menggunakan UU Kekarantinaan dalam respon ini, pembubaran kegiatan penyampaian aspirasi kewenangan dari pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang sedang bertugas," katanya dikutip dari channel YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (7/10/2020).
Terkati dengan hal ini, Wiku memberikan imbauan kepada masyarakat yang ingin menyampaikan hak-haknya untuk mematuhi protokol kesehatan.
Baca: Ikut Arak-arakan, Bocah Ini Bingung Ditanya Tujuannya Demo ke Gedung DPR
Termasuk juga mengikuti arahan dari pihak kepolisian.
"Jadi satgas mengimbau kepada masyarakat yang ingin melaksanakan hak-haknya, dalam berdemokrasi tetap menerapkan protokol kesehatan, tetap menggunakan masker dan menjaga jarak," imbuh pria berkaca mata ini.
Pemerintah sendiri tak ingin munculnya klaster-klaster baru, utamanya klaster ujuk rasa lantaran tidak diterapkannya protokol kesehatan dalam aksi demo.
"Klaster industri sudah banyak bermunculan, ini tentu juga berpotensi menganggu kinerja pabrik dan industri lainnya."
"Dan potensi serupa juga akan muncul dalam kegiatan kerumunan yang dilakukan hari ini," tegas Wiku.
Baca: Reaksi Penolakan UU Cipta Kerja: Gelombang Demo hingga Jual Murah Gedung DPR di Situs Online
Aksi Demo Terjadi di Sejumlah Daerah
Omnibus law RUU Cipta Kerja telah disahkan oleh pemerintah menjadi undang-undang pada Senin (5/10/2020) melalui rapat paripurna DPR RI.
Pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut menuai polemik dari berbagai kalangan pekerja.
Para elemen masyarakat banyak yang menolak UU Cipta Kerja, khususnya para buruh dan pekerja.
Penolakan tersebut kemudian memunculkan aksi demo hingga ancaman penolakan kerja.
Bekasi
Hari ini di Bekasi (7/10/2020), misalnya, ratusan mahasiswa Bekasi terlibat bentrok dengan aparat Kepolisian di kawasan Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dari informasi yang dihimpun, bentrok terjadi ketika mahasiswa melakukan long march dalam rangka menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Mereka memulai long march dari kampusnya di wilayah Jalan Inspeksi Kalimalang, Cibatu, Kecamatan Cikarang Pusat.
Saat hendak memasuki kawasan Jababeka, mereka dihadang aparat kepolisian sehingga terlibat bentrokan.
Dalam video yang beredar, terlihat mahasiswa memakai almamater bewarna biru terlibat saling dorong hingg saling pukul menggunakan bambu.
Mahasiswa juga melempari batu ke arah polisi yang telah bersiaga menggunakan tameng.
Nampak, polisi dapat mengendalikan situasi yang membuat mahasiwa mundur.
Pihak kepolisian tampak berjaga di sekitar lokasi demonstrasi.
Baca: Kelompok Baju Hitam Rusuh Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja di Bandung, : Polisi : Bukan Massa Buruh
Buruh di Bekasi juga gelar aksi
Aksi unjuk rasa dan mogok kerja buruh di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dalam rangka menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja masih terus berlanjut, Rabu (7/10/2020).
Aksi unjuk rasa dan mogok kerja itu didominasi dilakukan di area pabrik masing-masing.
"Masih lanjut, sesuai intruksi nasional. Unjuk rasa dan mogok kerja dilakukan di pabrik masing-masing dari kemarin 6-8 Oktober," kata Pimpinan Pengurus Cabang Federasi Sektor Pekerja, Percetakan Penerbitan Media dan Informatika, (PC FSP PPMI) SPSI Kota dan Kabupaten Bekasi, Heri Sopyan, pada Rabu (7/10/2020).
Ia meminta rekan pekerja untuk mematuhi intruksi nasional agar melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja di perusahaan masing-masing sampai ada petunjuk serta arahan terbaru.
"Kita lihat memang masih ada yang aksi di jalan, tetap dihimbau agar aksi di area pabrik sampai ada intruksi lebih lanjut," jelas dia.
Padang
Massa juga berunjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law atau Demo UU Cipta Kerja.
Selain itu mereka juga menyampaikan aspirasi agar gaji para garin masjid/musala segera dinaikkan.
Aspirasi itu disampaikan sejumlah mahasiswa di Kota Padang sembari membawa spanduk dan berharap gaji Garin atau marbottersebut agar dinaikkan.
Pantauan TribunPadang.com, terlihat di antara massa menunjukkan kertas bertuliskan 'DPR Naikkan Gaji Garin' saat aksi demo di depan Kantor DPRD Sumbar, Rabu (7/10/2020).
Pada kesempatan itu juga, terdapat mahasiswa yang memanjat pohon karena begitu semangatnya menyuarakan aspirasi.
Sementara itu pihak kepolisian menahan peserta aksi agar tidak sampai melakukan aksi yang lebih jauh hingga perusakan lainnya.
Baca: VIRAL Mahasiswi Tiba-tiba Diberi Minuman karena Dikira Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Ini Ceritanya
Jakarta
Sejumlah mahassiwa yang hendak melakukan aksi demo di gedung DPR RI diadang petugas kepolisian di Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020) siang.
Polisi lantas memeriksa barang bawaan sekelompok mahasiswa yang hendak demo ke gedung DPR RI tersebut termasuk memeriksa kartu identitas mereka.
Para mahasiswa yang hendak demo ke Gedung DPR ini selanjutnya diminta pulang karena jakarta masih dalam masa PSBB an tidak mengizinkan kerumunan orang yang bisa menjadi klaster Covid 19.
Sementara itu Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan pihaknya sempat mengamankan 18 orang dari depan gedung DPR RI yang hendak ikut serta dalam aksi unjuk rasa buruh, Selasa (6/10/2020) sore.
Diketahui 18 orang itu bukan lah buruh, tetapi adalah para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sebagian adalah pengangguran.
“Ada 18 orang yang kita amankan. Indikasi dugaan coba-coba datang ke gedung DPR, kemarin kita amankan,” kata Yusri, Rabu (7/10/2020).
Setelah didata kata dia, semuanya akan dipulangkan.
Sebab kata Yusri mereka bukan massa buruh atau mahasiswa, tetapi pengangguran dan ada yang masih berstatus pelajar SMA.
“Ini bukan buruh dan bukan mahasiswa. Tapi anak pengangguran dan ada anak SMA,” kata Yusri.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Reaksi Penolakan UU Cipta Kerja: Gelombang Demo hingga 'Jual' Murah Gedung DPR di Situs Online,.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Malvyandie Haryadi)