TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rabu 6 Oktober 2020 menjadi peristiwa bersejarah dalam hidup mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam satu hari yang sama, Napoleon Bonaparte harus menerima pil pahit.
Pertama sidang praperadilannya ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kedua berkas perkaranya gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Irjen Napoleon
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak praperadilan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Hakim Ketua Suharno menilai Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dianggap sudah sesuai prosedur.
"Pertama, menolak praperadilan Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ungkap Hakim Ketua Suharno di ruang 5, PN Jaksel, Selasa (6/10/2020).
Diketahui Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Napoleon Bonaparte berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9/2020) kemarin.
Pada sidang Senin (28/9/2020) minggu lalu, Irjen Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.
Napoleon Bonaparte membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S. Tjandra.
Sementara itu pada sidang Selasa (29/9/2020), tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon Bonaparte selaku Pemohon.