TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry meminta aparat kepolisian tidak memakai kekerasan dalam menangani aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya terhadap para jurnalis yang bertugas meliput unjuk rasa tersebut.
Herman mengatakan, sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin hak warga negaranya untuk menyatakan pendapat.
Termasuk para wartawan yang meliput demo tersebut dilindungi oleh UU.
"Karenanya, aparat kepolisian yang bertugas dalam pengamanan unjuk rasa omnibus law UU Cipta Kerja untuk tetap menghormati hak tersebut dan tidak melakukan kekerasan dalam prosedur pengamanannya, baik terhadap pengunjuk rasa maupun wartawan yang secara resmi bertugas melakukan peliputan berita," kata Herman kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Sebagaimana diketahui, unjuk rasa menentang UU Cipta Karya yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia kemarin diwarnai tindak kekerasan yang dilakukan aparat polisi terhadap pengunjuk rasa maupun pekerja pers.
Baca: Polri Wajib Usut Kekerasan yang Dilakukan Personelnya Kepada Jurnalis Saat Aksi Tolak UU Cipta Kerja
Akibatnya, banyak dari pengunjuk rasa buruh, pelajar, dan mahasiswa yang luka-luka.
Beberapa laporan juga menyebut adanya jurnalis yang menjadi korban kekerasan oleh polisi saat meliput aksi penolakan UU Cipta Kerja.
"Sebagai Ketua Komisi III, saya mengecam adanya jurnalis yang mengalami kekerasan oleh oknum polisi justru di saat mereka tengah menjalankan tugas sebagai salah satu pilar demokrasi," ujar Herman.
Politikus PDI Perjuangan itu juga meminta kelompok yang berunjuk rasa untuk tetap menggunakan cara-cara damai.
Herman berharap, massa aksi menyampaikan aspirasinya dengan damai dan tidak terprovokasi.
"Di sisi lain, saya juga berharap pengunjuk rasa tetap menggunakan cara-cara damai dalam menyampaikan aspirasinya serta menghormati hak-hak warga negara lain. Percayalah, pemerintah tidak tutup mata dan tidak tutup telinga atas aspirasi yang disampaikan tersebut," katanya.
Herman mengingatkan, aparat kepolisian untuk bertindak sesuai dengan SOP dan mengedepankan prinsip humanisme.
"Kepolisian memiliki SOP atau protap dalam menangani setiap unjuk rasa. Aparat yang bertugas di lapangan harus memastikan protap itu dipatuhi. Tentunya Kapolri harus menindak tegas bagi polisi yang melakukan excessive use of force," ujar Herman.
"Saya harap aparat kepolisian betul-betul bertindak profesional, jangan sampai menembakkan gas air mata langsung ke arah pengunjuk rasa, dan ingat selalu untuk tidak memakai kekerasan. Kita semua adalah anak bangsa yang mesti berkepala dingin dalam menghadapi situasi seperti sekarang," imbuhnya.
Herman mengingatkan persatuan di antara seluruh elemen bangsa merupakan hal mutlak yang saat ini paling dibutuhkan oleh Indonesia untuk bisa keluar dari tekanan akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu, Herman menyayangkan adanya korban yang jatuh dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Menurutnya, hal itu sebenarnya tidak perlu sampai terjadi kalau semua pihak tidak mengedepankan emosi semata.
"Saat ini, Indonesia lebih membutuhkan persatuan di antara seluruh elemen bangsa untuk bisa keluar sebagai pemenang dari tekanan hebat yang diciptakan oleh pandemi Covid-19. Sebagai negara hukum, saya menyarankan pihak-pihak yang keberatan dengan UU Cipta Karya menempuh jalur judicial review di MK," pungkasnya.