News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Komentar Para Kader Partai setelah UU Cipta Kerja Disahkan: PKS, Demokrat hingga Hanura

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bendera setengah tiang berkibar di halam utama Gedung DPR RI.

Selain itu, AHY melihat RUU tersebut berbahaya. Karena membuat pergeseran dari Ekonomi Pancasila yang dianut Indonesia menjadi Neo-Liberalistik.

Baca: Menteri Tito: UU Cipta Kerja Mudahkan Masyarakat Buka Usaha, Pemda Diminta Permudah Izin

"Nampak sekali bahwa Ekonomi Pancasila akan bergeser menjadi terlalu Kapitalistik dan Neo-Liberalistik. Tentu, menjadi jauh dari prinsip-prinsip keadilan sosial. Alih-alih berupaya untuk menciptakan lapangan kerja secara luas, RUU tersebut berpotensi menciptakan banyak sekali masalah lainnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, AHY menegaskan Partai Demokrat akan berkoalisi dengan rakyat, terutama rakyat kecil, termasuk kaum buruh dan pekerja yang hari ini paling terdampak oleh krisis pandemi dan ekonomi.

Dia pun mengajak seluruh pengurus dan kader Partai Demokrat untuk memperjuangkan harapan masyarakat. Kepada seluruh lapisan dan elemen masyarakat, terutama kaum buruh dan pekerja, AHY juga mengajak berjuang bersama-sama untuk selalu bersuara dan tetap menegakkan nilai-nilai keadilan.

"No one is left behind. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit. Tuhan Bersama Kita," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, rapat paripurna untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di warnai aksi walk out atau keluar dari jalannya rapat di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Aksi walk out dilakukan Fraksi Demokrat, setelah Benny K. Harman yang merupakan Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat silang pendapat dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.

Benny meminta waktu untuk menyampaikan pandangannya, sebelum perwakilan pemerintah menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.

Namun, Azis tidak memberikan kesempatan karena sebelumnya dua perwakilan Fraksi Demokrat sudah menyampaikan pandangannya.

"Kalau demikian, kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggungjawab," kata Benny di gedung Nusantara DPR,

Setelah Benny bersama perwakilan Fraksi Demokrat lainnya keluar dari jalannya rapat paripurna.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mewakili pemerintah menyampaikan pandangannya di podium.

Pembahasan RUU Cipta Kerja dimulai 20 April hingga 3 Oktober 2020, dengan menyepakati 15 bab dan 185 pasal dari sebelumya terdiri 174 pasal.

Pada tingkat I, RUU Cipta Kerja diterima enam fraksi secara bulat, satu fraksi menerima dengan catatan, dan dua fraksi menolak.

Baca: Pemenuhan Hak Atas Pangan di Indonesia Terancam Omnibus Cipta Kerja

4. Inas Hanura Pertanyakan Dampak Regulasi

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja. Namun demikian, UU Cipta Kerja tersebut masih menuai pro dan kontra di masyarakat.

Politikus Hanura Inas Nasrullah Zubir turut angkat bicara perihal UU Cipta Kerja yang dinilainya tak mempertimbangkan dampak dari regulasi tersebut setelah disahkan.

"Adakah analisis dampak regulasi omnimbus law Cipta Kerja? Menurut saya, ada kekurangan dalam penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja ini, dimana penyusunan-nya hanya berlandaskan naskah akademik saja tapi tidak dilanjutkan dengan Regulatory Impact Analysis (RIA)," ujar Inas, kepada wartawan, Jakarta, Kamis (8/10/2020).

Walaupun daftar inventaris masalah disusun setelah terbitnya naskah akademik RUU Cipta Kerja, akan tetapi Inas menegaskan filosofi itu berbeda dengan daftar identifikasi masalah dari RIA yang berdasarkan panduan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

"Sejak 2008, DPR sudah mengimplementasikan RIA, tapi sayangnya sering diabaikan juga, akibatnya dapat berpotensi menimbulkan gejolak ditengah masyarakat," kata dia.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI periode 2017-2019 itu mengatakan daftar inventaris Mmasalah dalam NA hanya berupa persandingan dengan UU sebelumnya.

Padahal jika mengikuti pedoman OECD, kata Inas, seharusnya Daftar Identifikasi Masalah itu mengenai negatif atau positifnya suatu kebijakan yang berisi semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan bagi rakyat dan negara.

"Oleh karena itu, suka atau tidak suka, sudah waktunya setiap anggota DPR dibekali pengetahuan tentang RIA dan bukan diserahkan kepada Badan Keahlian DPR, karena dalam kenyataannya RIA sering diabaikan," tandasnya. (*)

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Vincentius Jyestha, Chaerul Umam)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini