DPR saat ini memang tengah menjadi sorotan masyarakat lantaran mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam waktu relatif singkat.
Selain proses pengesahan yang relatif singkat, beberapa poin dalam UU itu juga menjadi sorotan.
Mulai dari penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK), hingga masalah kontrak kerja.
Sebelum situs DPR diretas, Gedung DPR di kawasan Senayan, Jakarta, juga sempat menjadi bulan-bulanan dengan dijual di sejumlah online shop.
Hingga Kamis siang, kata Indra, situs DPR masih sulit diakses.
"Masih belum normal. Sekitar 30 menit lalu masih ada sekitar 5.000 sampai 6.000 virus yang berusaha masuk. Biasanya per hari hanya 500 sampai 600 saja," ujar Indra.
Baca: Retas Situs Lembaga Negara, Pelaku Gunakan Uang Hasil Kejahatannya untuk Mabuk-mabukan
Ia menambahkan, ribuan virus itu dikirimkan untuk melumpuhkan situs DPR.
Meski begitu, pihak DPR telah bekerja sama dengan sejumlah instansi guna memproteksi laman resmi dan memperbaiki sistem.
"Kami kerja sama dengan instansi lain, seperti Telkom, Bareskrim, sama-sama memagari website DPR. Meski agak sulit dan berat untuk masuk, karena memang dibanjiri terus dengan BIOS virus," imbuhnya.
Terkait tulisan yang sempat muncul 'Dewan Pengkhianat Rakyat' di situs tersebut, Indra menyebut itu hanya editan. Tulisan itu pun kemarin sudah hilang dan berganti lagi menjadi Dewan Perwakilan Rakyat.
"Kalau tulisan (Dewan Pengkhianat Rakyat) itu cuma editan. Gak ada. Itu cuma editan aja," kata dia.
Di sisi lain Polri juga langsung bergerak menyelidiki insiden peretasan terhadap sejumlah situs pemerintahan, termasuk situs DPR selama masa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja belakangan ini.
"Ya, diselidiki. Untuk kesimpulan nanti setelah ada hasil lidik," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Kamis (8/10/2020).(mam/igm/dod)