Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Hal ini lantaran substansi aturan yang terdapat dalam undang-undang saat ini menimbulkan problematika yang dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Hal tersebut dikatakan Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, saat pemaparan 'Hasil Pemantauan Tren Vonis Persidangan Perkara Korupsi Semester I Tahun 2020' yang digelar secara daring, Minggu (11/10/2020).
Baca: ICW Sebut Tren Hukuman Terhadap Koruptor Masih Rendah
"Pembentuk Undang-Undang, baik Presiden atau DPR, harus merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, problematika substansinya akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Kurnia mencontohkan Pasal 11 dan Pasal 12 UU Tipikor saat ini mengatur mengenai penyelenggara negara yang menerima suap.
Baca: Rawan Kecurangan dan Membahayakan, ICW: Pilkada Serentak 2020 Mesti Ditunda
Namun, hukuman yang diatur kedua pasal tersebut berbeda.
Pasal 11 mengatur hukuman maksimal 5 tahun, sementara Pasal 12 mengatur hukuman maksimal 20 tahun pidana penjara bahkan seumur hidup.
Demikian juga dengan jarak pidana penjara antara Pasal 2 dan Pasal 3 masih perlu untuk direformulasi.
"Selain itu perubahan konsep pengenaan denda juga harus juga diakomodir," katanya.
Kurnia menegaskan, ICW sudah seringkali menyuarakan revisi UU Tipikor atau perbaikan legislasi terkait pemberantasan korupsi.
Baca: Donal Fariz Pamit dari ICW, Kenang Saat Pertama Merantau di Ibu Kota
Namun, pemerintah dan DPR justru merevisi UU KPK yang justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Rasanya Presiden dan DPR tutup kuping ketika kita memberikan rekomendasi perbaikan legislasi pemberantasan korupsi karena dibenak mereka hanya bagaimana cara melemahkan KPK dengan merevisi UU KPK," katanya.
Bukan tanpa alasan desakan merevisi UU Tipikor disampaikan ICW.
Hukuman terhadap koruptor masih ringan baik dari segi pidana penjara, denda maupun hukuman tambahan seperti uang pengganti.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan ICW sepanjang semester I 2020, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung terhadap terdakwa perkara korupsi hanya 3 tahun pidana penjara.
Demikian pula hukuman denda yang rata-rata hanya Rp122 juta.
Sementara uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan terhadap terpidana korupsi masih jauh dibanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi.
Dari total kerugian negara sebesar Rp39,2 triliun yang ditimbulkan akibat perkara korupsi yang disidangkan, hanya Rp2,3 triliun uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan.