TRIBUNNEWS.COM - Jumhur Hidayat, petinggi KAMI ditangkap Kepolisian.
Selain Jumhur Hidayat, deklarator KAMI Anton Permana juga ditangkap terpisah oleh Bareskrim Polri, seperti yang disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.
"Iya Anton kemarin, kalau Jumhur tadi pagi ditangkap," kata Awi saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).
Belum ada keterangan resmi dari Polri terkait penyebab penangkapan para petinggi KAMI itu.
Namun ada dugaan keduanya ditangkap terkait penyebaran berita bohong atau hoax terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Lagi, Bareskrim Polri Tangkap Petinggi KAMI Jumhur Hidayat
Di sisi lain Jumhur Hidayat bukan orang 'biasa'.
Namanya telah mencuat semasa Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden RI.
Selain itu ia juga pernah memperjuangkan nasib TKI di Hong Kong.
Inilah rangkuman profil dan sepak terjang Jumhur Hidayat dirangkum dari berbagai sumber:
1. Pria Bandung
Jumhur Hidayat lahir di Bandung, 18 Februari 1968.
Jumhur penah menjabat Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI yang diangkat pada tanggal 11 Januari 2007 dan diberhentikan pada tanggal 11 Maret 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dirinya juga dikenal sebagai aktivis sejak menempuh kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
2. Dipecat SBY
Pernah diberitakan Tribunnews.com, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 11 Maret 2014 lalu telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 39/M Tahun 2014 tentang pemberhentian Jumhur Hidayat dari jabatannya sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sebagai pengganti Moh. Jumhur Hidayat, Presiden SBY menugaskan Drs. Gatot Abdulah Mansyur, mantan Dubes RI di Riyadh, Saudi Arabia.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam menjelaskan, salah satu pertimbangan Presiden dalam memberhentikan Moh Jumhur Hidayat itu adalah dalam rangka penyegaran organisasi.
“Jumhur Hidayat sudah menjabat sebagai Kepala BNP2TKI selama lebih dari 7 (tujuh) tahun, yaitu diangkat sebagai Kepala BNP2TKI berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2/M Tahun 2007 tanggal 11 Januari 2007. "
"Selain itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) sudah meminta penggantian ini sejak beberapa bulan lalu,” kata Seskab Dipo Alam di Jakarta, Senin (17/3/2014), seperti dikutip Tribunnews.com dari situs Setkab.
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Menyusut Jadi 812 Halaman, Arief Poyuono Yakin Substansi Tak Berubah
3. Tuntut Pengguna Jasa TKI di Hong Kong
Artikel lain Tribunnews.com mengabarkan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan menuntut pengguna jasa TKI bernama Law Wan Tung, akibat ulahnya menganiaya TKI bernama Erwiana Sulistyaningsih (22).
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat dalam rilis yang diterima Tribun Network, Selasa (14/1/2014).
Jumhur menjelaskan, Erwiana Sulistyaningsih adalah warga Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Ia bekerja sebagai Penata Laksana Ruma Tangga (PLRT) di Apartemen J 38F Blok 5 Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tesung, O Kowloon, Hongkong.
Ia diberangkatkan PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten pada 15 Mei 2013.
BNP2TKI saat itu sudah mengutus dua orang staf pada hari Minggu kemarin, yaitu Kasi Prasarana Fasilitasi Perlindungan dan Kerjasama Antarlembaga untuk melihat kondisi Erwiana di RS Ama Sehat, Sragen, Jawa Tengah dan menemui orangtuanya sekaligus memberikan dana bantuan sosial untuk meringankan beban keluarga.
Erwiana kembali ke tanah air pada Kamis (9/1/2014) dan setelah tiba di rumahnya dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapat perawatan insentif.
Terdapat luka fisik di antaranya kaki, tangan, dan luka di bokongnya yang ketika pulang harus memakai pampers di pesawat dalam perjalanan pulang ke tanah air.
BNP2TKI kemudian hari mengirimkan surat ke Konsulat Jenderal RI di Hongkong untuk pemberitahuan tuntutan.
Baca juga: Maruf: Warga Negara Harus Mampu Membuktikan Teologi Kerukunan Lebih Manusiawi untuk Perdamaian
4. Tolak Keras RUU Pilkada
Tribunnews.com memberitakan pada 2014, Jumhur Hidayat dengan tegas menolak RUU Pemilihan Kepala Daerah.
RUU tersebut mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk para aktivis.
Pemilihan kepala daerah secara tidak langsung yang diwakilkan kepada DPRD dianggap mencedrai hak-hak politik rakyat dan cita-cita reformasi.
“Kami para aktivis dari berbagai elemen dan buruh menolak keras RUU yang mencederai rakyat dan cita-cita reformasi yang telah ditebus dengan darah dan air mata para pahlawan reformasi, ” kata aktivis dan pegiat demokrasi, M Jumhur Hidayat, Minggu (7/9/2014).
Gerakan yang sedang digagas dan dimatangkan adalah untuk menyadarkan, jika RUU tersebut disahkan, maka konsekuensinya adalah bakal tumbuh subur seperti jamur di musim hujan berbagai praktik korupsi, politik uang serta yang bisa mencalonkan hanya kaum berduit saja.
“Jika RUU pemilihan kepala daerah oleh DPRD disahkan, sama saja kita akan kembali kepada zaman jahiliyah dan sarat korupsi dan segala tindak yang merugikan kepentingan rakyat, ” Jumhur menegaskan.
Saat ini, lanjutnya, pilkada langsung meneguhkan kedaulatan rakyat dan menguatkan demokrasi. Jika ada dampak negatif, katanya lagi, masih bisa dibenahi.
Bila politik uang masih terjadi, bisa dibuatkan sistem penataan pemilu menyeluruh.
“Intinya, pilkada langsung memberi peluang munculnya pemimpin yang baik dan berkualitas,” ujarnya.
Seharusnya, ia berharap, DPR sekarang menghormati perjuangan bangsa yang sepakat menggunakan pemilu langsung.
Argumentasi bahwa pilkada langsung menimbulkan konflik horizontal, Jumhur menganggap tidaklah tepat. Sebab, jumlah korban akibat konflik horizontal terus berkurang.
"Itu alasan yang tidak rasional dan tidak ada argumentasi. Justeru menghianati rakyat itu sendiri dan yang untuk menguntungkan segelintir elit semata. Tapi gerakan yang sedang digagas murni tidak ada kaitannya dengan pemilu presiden dan pihak tertentu,"tegasnya.
Pilkada tidak langsung merupakan kemunduran demokrasi. pengusung, ia anggap sangat subjektif dan menghina rakyat karena dituding sebagai alasan ongkos politik mahal.
Ongkos pilkada menjadi mahal disebabkan mental dan watak serakah politikus.
"Selama ini, pemilihan langsung masih terjadi banyak kekurangan, menurutnya pemilihan langsung oleh rakyat penting untuk dipertahankan. Demokrasi Indonesia menurutnya membutuhkan pemilihan secara langsung," katanya.
“Pergerakan rakyat akan segela melakukan konsolidasi ke daerah-daerah untuk melakukan aksi unjur rasa menolak RUU tersebut disahkan. Sekarang bukan saatnya diskusi tapi aksi turun ke jalan dengan masif, ” Jumhur menegaskan kembali.
Beberapa LSM pergerakan rakyat juga ikut menolak RUU tersebut.
Di antaranya, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), serta paraahasiswa dan pegiat demokrasi.
Jumhur Ditangkap
Bareskrim Polri membenarkan menangkap Deklarator KAMI Anton Permana, dan Anggota Komite Eksekutif KAMI Jumhur Hidayat. Penangkapan tersebut menambah daftar panjang aktivis dan petinggi KAMI yang ditangkap kepolisian.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono membenarkan kabar tersebut. Menurut Awi, Jumhur dan Anton ditangkap di tempat dan waktu yang terpisah beberapa hari terakhir.
"Iya Anton kemarin, kalau Jumhur tadi pagi ditangkap," kata Awi saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).
Namun demikian, Awi tidak menjelaskan perihal kronologi penangkapan keduanya.
Namun ada dugaan keduanya ditangkap terkait penyebaran berita bohong atau hoax terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Bareskrim Tangkap Aktivis KAMI Syahganda Nainggolan di Depok, Pasal Tuduhannya Melanggar UU ITE
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian RI dikabarkan menangkap sejumlah tokoh yang diduga menyebarkan berita bohong alias hoax terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja. Penangkapan dilakukan sejak 7 Oktober 2020 lalu.
Baca juga: Sosok dan Kiprah Syahganda Nainggolan, Aktivis KAMI yang Ditangkap Bareskrim Subuh Tadi
Dari daftar nama yang beredar di pesan singkat WhatsApp, total kepolisian telah menangkap 6 orang terkait tulisan di sosial medianya yang diduga menyebarkan hoax terkait Omnibus Law.
Ketika dikonfirmasi, Kadiv Humas Polri Argo Yuwono menyampaikan pihaknya masih belum membenarkan informasi daftar tokoh yang telah ditangkap polisi karena diduga sebarkan hoax Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Aktivis KAMI Syahganda Nainggolan Ditangkap Bareskrim, Begini Reaksi Tokoh ProDem, Iwan Sumule
"Saya cek dulu ya," kata Argo saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).
Daftar nama tokoh yang diduga telah ditangkap adalah Aktivis Perempuan Makassar Videlya Esmerella pada 7 Oktober 2020 lalu. Yang kedua, Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Sumatera Utara Khairi Amri pada 9 Oktober 2020.
Selanjutnya, Kingkin Anida yang merupakan penulis sekaligus mantan caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 10 Oktober 2020.
Kemudian, deklator KAMI Anton Permana yang ditangkap pada 11 Oktober 2020.
Kemudian, Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) Kholid Saifullah dan Anggota Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan pada 12 Oktober 2020.
Dari sejumlah nama di atas, polri membenarkan telah menangkap Syahganda Nainggolan dan Videlya Esmerella. Syahganda dijemput petugas kepolisian di rumahnya di Depok, Jawa Barat.
Sementara Videlya Esmerella, Bareskrim Polri telah merilis penangkapan tersebut. Polisi menduga pelaku menyebarkan berita bohong terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja di akun Twitternya.
Polri menyebutkan Videlya dianggap telah menyebar berita hoaks karena mengunggah twit berisi 12 Pasal Undang-Undang Cipta Kerja. Padahal, menurut polisi, isi twit VE tersebut tidak sesuai dengan isi UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR.
Namun, tak jelas dasar acuan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi acuan kepolisian. Sebab hingga saat ini, lembaga legislator belum memberikan draf final regulasi itu meskipun telah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Igman Ibrahim)