News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia Masuk 10 Besar Negara Pengutang Besar, DPR: Sudah Masuk Tingkat Waspada

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Marwan Cik Asan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, warisan pemerintahan kolonial waktu itu digunakan untuk memulai menjadi negara Indonesia merdeka.

"Jadi dari tahun 1945 sampai 1949 Indonesia masih terus berada dalam situasi intimidasi, konfrontasi, bahkan agresi Belanda. Itu kondisi politik, militer, keamanan, dan ekonomi tidak pasti," ujar Sri Mulyani ketika memberikan paparan dalam Pembukaan Ekspo Profesi Keuangan, Senin (12/10/2020).

"Ekonomi kita diberi warisan, tidak hanya ekonomi yang rusak, tapi juga utang pemerintah kolonial," lanjut dia.

Sri Mulyani pun memaparkan, ketika merdeka, Indonesia tidak memiliki harta kekayaan. Sebab harta yang dimiliki telah rusak akibat perang.

Menteri Keuangan - Sri Mulyani (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Investasi yang sebelumnya dibekukan oleh pemerintah Belanda, dianggap menjadi investasi Indonesia paska kemerdekaan.

“Utangnya menjadi utang pemerintah Indonesia. Warisannya itu 1,13 miliar dollar AS, pada saat mungkin waktu itu GDP Indonesia masih sangat kecil,” ujar dia.

Untuk diketahui saat ini total utang pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2020 sebesar Rp 5.594,93 triliun, naik 19,5 persen dari periode yang sama tahun lalu. Posisi rasio utang Indonesia itu mencapai 34,53 persen dari PDB.

Seiring berjalannya waktu, perekonomian Indonesia juga dibiayai dengan defisit APBN. Namun, pembiayaan saat itu tidak melalui penjualan Surat Berharga Negara (SBN) seperti saat ini, melainkan meminta Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang.

Petugas bank cabang menyetor uang ke cach pooling di Kantor Pusat Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). Bank Indonesia mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat pada Agustus 2020. Hal ini disebabkan oleh komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi. Posisi M2 pada Agustus 2020 tercatat Rp6.726,1 triliun atau meningkat 13,3% (yoy). Besaran tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,5% (yoy). (Warta Kota/Henry Lopulalan) (WARTAKOTA/Henry Lopulalan )

“Sehingga meminta BI cetak uang, yang terjadi kemudain jumlah uang beredar lebih banyak dari suasana kondisi perekonomian, sehingga inflasi meningkat luar baisa besar,” jelasnya

Selanjutnya di era orde baru, seluruh utang digunakan untuk belanja pembangunan. Sehingga ketika terjadi krisis keuangan Asia, defisit transaksi berjalan (CAD) meningkat dan terjadi tekanan pada nilai tukar rupiah.

“Maka pada saat terjadi adjustment nilai tukar rupiah, seluruh neraca perusahaan, perbankan, negara, semua alami tekanan karena dalam waktu sehari, berapa jam nilai tukar rupiah berubah tiba-tiba, volatility meningkat, aset tidak meningkat, perusahaan dengan cashflow rupiah dan utang denominasi asing, neraca akan ambyar,” lanjutnya.

Sri Mulyani melanjutkan, saat ini kondisi perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat. Pemerintah pun melakukan reformasi keuangan akibat pandemi Covid-19.

Untuk itu, meski di sisi lain harus menangani kondisi Covid-19 yang terjadi tahun ini, pemerintah juga telah menyiapkan anggaran untuk penanganan dan pemulihan Covid-19 tahun depan.

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah mencadangkan anggaran untuk kesehatan untuk penyediaan vaksin, hingga anggaran perlindungan sosial yang bakal dilanjutkan tahun depan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini