TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PKS Mardani Ali Sera menyebut penangkapan sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh Bareskrim Polri, sebagai ujian bagi demokrasi.
"Apakah ini tes pada KAMI atau kekuatan sipil lainnya, waktu yang akan menjawabnya. Untuk saat ini kekuatan pro demokrasi mesti bersatu menjaga agar iklim kebebasan berpendapat tetap terjaga," ujar Mardani saat dihubungi, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Menurut Mardani, semua penangkapan yang dilakukan Polisi kepada petinggi KAMI, mesti didasari norma hukum yang tegas.
Selama ini menurutnya aparat penegak hukum kerap menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai dasar penangkapan seseorang.
"Padahal mestinya didudukkan proporsinya sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hal berserikat," papar Anggota Komisi II DPR itu.
Melihat kondisi tersebut, Mardani menyebut Fraksi PKS sudah mengajukan gagasan untuk revisi beberapa pasal dalam undang-undang tersebut.
"PKS sudah menggagas agar ada revisi dalam pasal UU ITE, khususnya yang sering dijadikan dasar penangkapan atau proses hukum berbasis postingan di social media," tegas Mardani.
Diketahui, Bareskrim Polri menangkap anggota Komite Eksekutif KAMI yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana.
Ketiganya saat ini masih berstatus terperiksa di Bareskrim Polri.
Ketua Komite Eksekutif KAMI, sekaligus kuasa hukum Syahganda, Ahmad Yani mengatakan, penangkapan Syahganda diduga karena cuitannya di media sosial Twitter.
"Kalau pak Syahganda ditunjukkan waktu pemeriksaan awal itu ada tweet-tweetnya Pak Syahganda di akun twitternya," kata Ahmad di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (13/10/2020).
Ahmad mengaku tidak mengetahui secara pasti cuitan yang dipermasalahkan dalam kasus ini.
Sebab selama ini, Syahganda memang aktif dalam bersosial media.
"Saya baca gak ada yang menghasut kalau pandangan saya. Hal-hal biasa, apakah betul dengan tweetnya Pak Syahganda itu orang mau demonstrasi. Kita belum melihat korelasi dan relevansinya antara yang ditweetkan dan dituduh," jelasnya.