TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merespons banyaknya anak sekolah yang diamankan saat mengikuti aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Terkait penangkapan tersebut, Komisioner KPAI Jasra Putra meminta aparat Kepolisian untuk menghindari penanganan anak dengan cara kekerasan dan intimidasi.
"Menghindari praktik kekerasan, penganiayaan, intimidasi."
"Ancaman tidak diberikan SKCK misalnya dan lain-lain," kata Komisioner KPAI Jasra Putra dalam konferensi persnya, Kamis (15/10/2020), dikutip dari Kompas.com.
Jasra melanjutkan, KPAI juga berharap seluruh hak anak tetap dipenuhi selama proses pemeriksaan.
Baca juga: KPAI Minta Polisi Tak Persulit Penerbitan SKCK untuk Anak-anak yang Ikut Demo UU Cipta Kerja
Mulai dari hak makan, minum serta belajar sesuai kondisi di masa pandemi virus corona (Covid-19).
Ia juga mengingatkan penahanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus menjadi opsi terakhir.
Sebab, penanganan anak yang berhadapan dengan hukum juga harus sesuai dengan aturan yang ada.
Seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Guru diharapkan menguatkan kerjasama dengan orang tua dan anak."
"Hal itu untuk memastikan anak berada dalam pengawasan untuk menghindari agar anak-anak tidak mengikuti demonstrasi," kata Jasra.
Baca juga: Ancaman Pelajar Ikut Demo Dicatat di SKCK hingga Sulit Dapat Kerja, Kontras: Mereka Dipaksa Bungkam
KPAI minta tak hilangkan hak pendidikan anak
Selain mengindari kekerasan, sebelumnya KPAI juga menanggapi sikap beberapa pejabat di daerah saat para pelajar mengikuti aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Beberapa pejabat daerah menyayangkan pelajar mengikuti aksi tersebut, hingga keluar ancaman untuk dikeluarkan dari sekolah.
Beberapa di antaranya, Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Riza Fahlevi.
Keduanya sempat mengatakan kepada awak media, akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah.
Baca juga: KPAI Minta Orang Tua Sabar Dampingi Anak Dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Hal itu jika ada pelajar yang ikut aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law, apalagi anarkistis.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiyarti pun menyayangkan sikap kedua pejabat daerah tersebut.
"KPAI menyayangkan narasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan yang dimuat salah satu media yang mengancam anak-anak peserta aksi untuk dikeluarkan dari sekolah."
"Dan sebagai gantinya mengikuti pendidikan kesetaraan atau paket C dan diminta sekolah di pinggiran Sumatera Selatan."
"Artinya ada ancaman hak atas pendidikan formal terutama di sekolah negeri," kata Retno Listiyarti pada Rabu (14/10/2020) malam, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: KPAI Ungkap Bocah Dibayar Rp 5.000 Saat Demo UU Cipta Kerja
Retno mengatakan, anak-anak yang mengikuti demo tidak seharusnya diancam sanksi atau dihukum oleh pemerintah daerah.
Sebab, hak atas pendidikan anak-anak tersebut tetap harus dipenuhi pemerintah daerah dan Negara wajib memenuhinya sesuai dengan amanat Konstitusi RI.
Kendati demikian, pihaknya memahami Dinas Pendidikan yang mengeluarkan larangan demo bagi para pelajar bermaksud baik.
Baca juga: KPAI Bakal Gelar Sidang Pleno Bahas Keterlibatan Anak-anak Dalam Demonstrasi
Yaitu mencegah anak menjadi korban jika demo berlangsung ricuh sementara mereka berada dalam kerumunan massa.
Retno menyebut, niat baik tersebut tentu perlu diapresiasi, namun bentuknya seharusnya imbauan kepada seluruh guru.
"Guru bisa diimbau untuk berkoordinasi dengan para orangtua peserta didiknya agar bisa bekerjasama."
"Memberikan pengertian anak-anaknya tentang potensi bahaya ketika anak-anak mengikuti aksi demo," kata Retno.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Sania Mashabi/Wahyu Adityo Prodjo)