TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pollycarpus Budihari Prijanto, sosok yang terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib dikabarkan meninggal dunia sore ini, Sabtu (17/10/2020). Pollycarpus meninggal dunia di RSPP Jakarta.
Nama Pollycarpus Budihari Priyanto ramai dibicarakan media dan publik Tanah Air sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib pada 18 Maret 2005 silam.
Kasus Munir
Untuk diketahui, Munir diketahui tewas dan hasil autopsi menunjukkan ada senyawa arsenik di dalam tubuhnya.
Sejumlah dugaan menyebut bahwa Munir diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.
Baca juga: Hari Ini 17 Tahun Lalu Munir Gugur, Komnas HAM Ingatkan Cara Merawat Ide Perlindungan Pembela HAM
Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura, atau sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Pesawat GA-974 berangkat dari Jakarta, Senin pukul 21.55, lalu tiba di Singapura hari Selasa pukul 00.40 waktu setempat. Setelah itu, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pukul 01.50.
Namun, tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Bandara Changi, seorang pramugara senior bernama Najib melapor kepada pilot Pantun Matondang bahwa Munir yang saat itu duduk di kursi nomor 40G sakit.
Baca juga: Peletakan Batu Pertama Museum HAM Munir, Anggaran Pembangunan Mencapai Rp 10 Miliar
Ada seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1J yang ikut dalam perjalanan tersebut kemudian menolongnya.
Akan tetapi, nyawa Munir tak bisa ditolong ketika dua jam menjelang pesawat akan mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
Setelah berbagai temuan dan kejanggalan pernyataan Pollycarpus diungkap, Bareskrim Polri menetapkannya sebagai tersangka pada tanggal 18 Maret 2005. Pembunuhan itu juga diyakini TPF melibatkan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Garuda Indonesia.
Tanggal 1 Desember 2005, Pollycarpus dituntut penjara seumur hidup. Namun Pollycarpus bersaksi tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan sebenarnya hanya basa basi memberikan kursi di kelas bisnis.
Karena itulah Pada 20 Desember 2005, Pengadilan Negeri (PN) Jaksel memvonis Pollycarpus hanya 14 tahun penjara.
Setelah bebas, Pollycarpus membantah dirinya memasukkan racun arsenik ke makanan Munir.