TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah memproses permintaan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM).
Permintaan yang dimaksud ialah untuk menetapkan kasus Munir menjadi pelanggaran HAM berat pasca Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana dalam kasus tewasnya aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia.
"Tim sedang berproses," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Senin (19/10/2020).
Anam menjabarkan, proses penetapan suatu kasus menjadi pelanggaran HAM berat haruslah melalui rapat pleno di Komnas HAM.
Untuk menjadikan Kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, suara terbanyak dari komisioner Komnas HAM-lah yang menentukan.
"Tim projustia melapirkan hasil akhir ke paripurna, paripurna yang memutuskan. Kalau saat ini 7 (komisioner), 4 harus setuju," jelas Anam.
Diberitakan sebelumnya, Ketua KASUM Usman Hamid mengungkapkan komunikasi yang tengah dijalin tersebut di antaranya untuk mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terhadap kasus wafatnya Munir dan memeriksa tragedi tersebut dalam perspektif HAM.
Baca juga: Punya Banyak Informasi terkait Kasus Pembunuhan Munir, KASUM: Selidiki Penyebab Kematian Pollycarpus
Dengan demikian, jika kasus tersebut dinyatakan Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM yang berat maka pelaku lain yang terlibat dalam kasus tersebut khususnya otak pelaku pembunuhan Munir tersebut diyakini dapat diungkap.
"Kami sedang mengkomunikasikan dengan Komnas HAM untuk mendorong proses penyelidikan ini ke arah sana. Termasuk yang tadi ditanyakan tentang kematian Pollycarpus. Jadi kami tentu saja dalam situasi covid ini belum bisa leluasa mendatangi atau menemui berbagai pihak, tapi kami secara jarak jauh juga mengkomunikasikan ini kepada pihak Komnas HAM untuk adanya penyelidikan yang tadi kami sebutkan," kata Usman dalam webinar, Minggu (18/10/2020).
Untuk melihat kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat, mata Usman, maka kasus tersebut perlu dilihat sebagai extra judicial killing.
Extra judicial killing, kata Usman, merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran HAM yang berat yang diatur oleh Undang-Undang (UU) 39 Tahun 1999 dalam pasal 104 khususnya di bagian penjelasan.
Selain itu, kata Usman, pasal 7 UU 26 tahun 2000 tentang kejahatan kemanusiaan yang penjelasannya mengacu pada pasal 7 yakni setiap tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari upaya penyerangan yang sistematis dan menyebar luas yang diarahkan terhadap salah satu kelompok penduduk sipil, dengan penyerangan yang disengaja juga bisa dijadikan dasar oleh Komnas HAM.
"Itu bisa digunakan oleh Komnas HAM untuk memeriksa peristiwa ini berdasarkan perspektif HAM dan tidak lagi melihat kasus ini sebagai pidana biasa, melainkan pelanggaran HAM yang berat," kata Usman.
Jika kasus pembunuhan Munir dinyatakan sebagai pelanggaran HAM yang berat, kata Usman, maka alasan-alasan yang biasanya menghapuskan tuntutan pidana atau menghapuskan kewajiban negara dalam mempidanakan seseorang tidak diakui kembali, misalnya alasan kadaluwarsa.