"Kalau kasus ini dilihat sebagai pelanggaran HAM yang berat maka kasus ini tidak bisa kadaluwarsa, mengikuti masa kadaluwarsa yang ada di dalam hukum pidana atau hukum acara pidana yaitu 18 tahun dan itu berarti 2022. Itu tidak diakui di dalam konteks kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat," kata Usman.
Tidak hanya itu, Usman menjelaskan dalam upaya pengungpakan kasus pembunuhan terhadap Munir, pertama KASUM mendorong tindak lanjut dari Tim Pencari Fakta, khususnya rekomendasi pertama dari laporan tersebut yang merekomendasikan pembentukan Tim Investigasi yang independen.
Tugas tim tersebut, kata Usman, meneruskan langkah pencarian fakta dan memeriksa keterlibatan nama-nama lain di semua tingkat pembunuhan terhadap Munir.
Kedua, KASUM mendorong kepolisian untuk melakukan investigasi yang baru untuk melanjutkan pengusutan aktor utama di balik pembunuhan terhadap Munir.
"Sebenarnya pernah ada peluang di bawah Kabareskrim Arief Sulistyanto. Sekarang memang dia sudah tidak lagi menjabat sebagai Kabareskrim. Kita perlu orang-orang seperti itu, Kapolri, Kabareskrim yang punya kemauan serius seperti dulu di bawah Bambang Hendarso Danuri," kata Usman.
Ketiga adalah KASUM mendorong Jaksa Agung untuk melakukan Peninjauan Kembali untuk memeriksa kembali berkas perkara Mantan Deputi V BIN Muchdi PR yang pernah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2008 dan kemudian divonis bebas.
Karena menurut Usman vonis bebas tersebut dapat dikatakan sebagai vonis yang tidak murni dengan indikasi ada banyak kejanggalan, kelemahan dakwaan terhadap jaksa, teror terhadap jaksa dan hakim, ketidakseriusan dalam menghadirkan saksi-saksi kunci, serta tidak adanya perlindungan saksi.
"Bahkan para hakim seperti tidak bisa mengambil banyak pilihan untuk mengambil keputusan kecuali untuk membebaskannya karena suasana sidang pun penuh dengan intimidasi," kata Usman.