TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dianggap menjadi solusi masalah produktivitas pekerja di Indonesia.
Persentase produkvitas itu hanya mencapai 2 sampai 3 persen beberapa tahun terakhir.
"Ini terendah di ASEAN, dan menyebabkan investasi enggak masuk tapi pindah ke tempat lain," kata ekonom dari Universitas Indonesia, Fitra Faisal, saat dikonfirmasi, Senin (19/10/2020).
Baca juga: Bocoran Soal Pencairan Subsidi Gaji Gelombang 2, Berikut Alasan Pekerja Tak Kunjung Terima BLT
Menurutnya, omnibus law membenahi ekosistem investasi dan ketenagakerjaan.
Caranya dengan memberikan kebijakan yang menguntungkan buruh dan pengusaha.
Fitra membeberkan data pembentukan modal tetap bruto (PMTB) lima tahun terakhir.
Perkembangannya tak memuaskan, bahkan anjlok 4,4 persen pada 2019.
"Kalau mau keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah itu PMTB harus 6 sampai 7 persen," kata dia.
UU Ciptaker dipercaya bisa menjadi solusi permasalahan itu.
Baca juga: BEM SI: Judicial Review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi Tak Akan Efektif
Sebab aturan di dalamnya menggenjot produktivitas pekerja yang berdampak positif pada produk domestik bruto (PDB).
"Minimal di negara industri itu sumbangan produktivitas pekerja mencapai 36 persen, kita hanya 12 persen," kata Fitra.
Di sisi lain, dia melihat UU Ciptaker berdaptasi dengan perkembangan zaman.
Fitra mencontohkan upah pekerja di bidang pekerjaan baru, seperti startup up digital.
"Itu belum ada di UU Ketenagakerjaan, tapi di omnibus law diatur, ini bentuk adaptasi dan adopsi," katanya.